SOROTMAKASSAR -- Makassar.
"Iyaro bantuangnge ilolongeng, de nailolongeng bawang, laikodongpa na iyya pakkodongna tania awo. Kepala sekolah harus mengerti dan tahu diri, karena pekerjaan fisik sudah selesai,” kata Alihu, S.Pd di depan peserta Forum Rapat Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Proyek DAK Diknas Sidrap 2019 di Hotel Grand Asia pada 14 Desember 2019 silam.
Hakim Ketua Ibrahim Palino, SH, MH dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang Pengadilan Tipikor kasus OTT dana DAK (Dana Alokasi Khusus) Dinas Pendidikan (Diknas) Kabupten Sidrap yang berlangsung di gedung Pengadilan Negeri Makassar, Selasa pekan lalu, bergantian dan berkali-kali menanyakan kepada 9 (sembilan) Kepala Sekolah (Kepsek) SMP dan 1 (satu) Bendahara SMP Pancaridjang, apakah omongan Alihu selaku Kepala Bidang Pendidikan Dasar Diknas Sidrap itu hanya mengingatkan atau mengancam para saksi untuk menyetor fee kepada Ineldayanti ?
Tetapi 10 saksi Kepala Sekolah SD dan 9 saksi Kepala Sekolah SMP di sidang ke 3 (22/09/2020) dan sidang ke 4 (29/09/2020) pekan lalu, lebih memilih diam tertunduk tak bersuara, daripada menjawab pertanyaan Hakim dan JPU.
Menyikapi aksi bungkamnya para saksi dari kepala sekolah itu, Hakim Ketua Ibrahin Palino yang memulai persidangan kasus OTT Diknas Sidrap dengan menyoroti pertemuan atau rapat Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Proyek DAK Diknas Sidrap di Hotel Grand Asia, memlih tidak menekan atau memaksa saksi untuk menjawab pertanyaannya.
Ibrahim Palino langsung saja mengalihkan pertanyaannya ke penasehat hukum 3 terdakwa kasus OTT Diknas Sidrap ini, bahwa apakah Alihu sudah menjadi tersangka dalam kasus ini. Yang kemudian dijawab oleh penasehat hukum terdakwa Ahmad, yakni Damang, SH, MH, bahwa Alihu sampai persidangan ke 4 kasus OTT Diknas Sidrap yang banyak menyebut namanya, belum juga menjadi tersangka.
Mengakhiri pertanyaan Ibrahim Palino, setengah bercanda ke para saksi kepala sekolah itu bertanya pendek. “Banyak juga yaaa, uang yang para saksi setor ke Ineldayanti yaaa,” tanya Ibrahim sembari meminta ketegasan dari para saksi kalau Ineldayanti, bawahan langsung Alihu.
Hanya Damang, SH, MH sebagai penasehat hukum terdakwa Ahmad yang mencoba menekan para saksi, dengan meminta penjelasan saksi yang bisa diterima akal masyarakat kebanyakan, kenapa saksi ramai-ramai menyetor ke Inelda kalau tidak ada perintah dengan ancaman dari atasan misalnya.
“Kami sebenarnya terpaksa menyetor, tidak ada yang perintah kami. Ya terpaksa,” jawab Muliadi Kepala Sekolah SMP 1 Pancaridjang menjawab pertanyaan Damang, SH yang kembali bertanya, kalau para saksi terpaksa menyetor, pasti ada yang ditakutkan, apa yang ditakutkan dan kepada siapa para saksi takut.
Para saksi serentak terdiam menunduk, tidak mau menjawab dan akhirnya Damang mengingatkan para saksi, bahwa aksi diam pasti merugikan para saksi.
“Diam tak mau bicara, mungkin karena takut di mutasi atau dicopot dari jabatan kepala sekolah, seperti pengakuan 2 saksi di sidang kedua kasus ini. Para saksi, pasti dicopot dari jabatan dan lebih dari itu, dicopot dari ASN,” tutur Daman yang yakin status para saksi itu, sangat bisa berubah menjadi tersangka.
Sementara itu, Haryono seorang pengacara dari Sidrap yang rajin mengikuti persidangan kasus OTT Diknas Sidrap ini, menilai sepertinya cukup sampai di Alihu saja. “Sepertinya Alihu dikorbankan dan akan dikorbankan dalam kasus ini. Kasus ini, bisa jadi sampai di Alihu dan Inelda,” tambah Haryono. (hs)