Pencemaran Buih di Teluk Bima April-Mei 2022 Dipicu “Algae Bloom”

SOROTMAKASSAR - BIMA.

Pada penghujung April dan awal Mei 2022, Teluk Bima Nusa Tenggara Barat membuat masyarakat heboh dan geger. Pasalnya, tiba-tiba saja pada areal yang begitu luas muncul pemandangan aneh dan tak biasa di atas permukaan air laut ada buih berwarna cokelat.

Ada komunitas masyarakat kemudian menuding fenomena ini disebabkan terjadinya kebocoran pada instalasi terminal penyaluran bahan bakar minyak (BBM) Pertamina yang memang berada di tempat ditemukannya buih berwarna cokelat tersebut.

PT Pertamina yang dituding sebagai biang pencemaran tersebut langsung membantah. Pasalnya, instalasi BBM di terminal itu dioperasikan berdasarkan system operating procedure (SOP). Lagipula, sampel air laut yang mereka ambil, setelah dites di laboratorium tidak mengandung minyak.

Rapat koordinasi teknis (rakornis) yang dilaksanakan 28 April 2022, segera setelah munculnya fenomena alam ini menyimpulkan, benar terdapat semacam gumpalan/jelly di perairan Teluk Bima. Secara kasat mata, buih terapung tersebut berbau seperti rumput laut (normal) dan tidak berbau seperti minyak.

PT Pertamina Patra Niaga – Regional Jawa Timur Bali Nusa Tenggara (Jatimbalinus) Integrated Terminal Bima menegaskan, tidak ada kebocoran atau tumpahan minyak dari aktivitas usaha yang dilakukan.

Diduga fenomena buih/jelly diproduksi oleh plankton akibat kesuburan berlebih (eutrofikasi), sumber nutrien belum diketahui. Masyarakat juga diimbau tidak mengonsumsi ikan-ikan yang mati.

Dr. Syafyudin Yusuf, ST, M.Si, pria kelahiran Bima 19 Juli 1969 yang juga dosen Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas, yang baru turun dari KM Leuser dari Makassar, setelah menyimpan barang bawaan di rumahnya di Penaraga Raba, langsung meluncur menuju lokasi.

Dia sempat menyaksikan dalam pelayaran dengan kapal milik PT Pelni dari Makassar viralnya pemandangan berwarna cokelat di Teluk Bima. Apalagi ditingkahi informasi media sosial yang tidak terkendali, membuat fenomena alam itu viral dalam sekejap.

Sebagai seorang peneliti yang sudah malang melintang di berbagai ajang riset kelautan, Dr. Ipul, begitu penyelam yang sudah melalang buana ke berbagai negara lantaran urusan menyelam ini, langsung mengambil sampel.

Dalam observasi yang dilakukan Mei 2022, Direktur Marine Station Universitas Hasanuddin di Pulau Barrang Lompo, Makassar ini, menggandeng Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten dan Kota Bima, Pertamina, Lab. Unhas, Lab. GenBinesia, Denau Lab. Dan Lab. Biologi SMA Negeri 1 Kota Bima.

“Pencemaran buih/gel di Teluk Bima April-Mei 2022 merupakan fenomena alam yang dipicu pertumbuhan plankton terlampau tinggi (Algae Bloom),” kata Syafyudin Yusuf dalam Konferensi Teluk Bima yang digelar PT Pertamina dan dilaksanakan Fuel Terminal Bima PT Pertamina Patra Niaga sekaligus menyampaikan pemaparan hasil kajian fenomena alam dan air Teluk Bima di Hotel Marina Inn Raya Pantai Lawata Bima, NTB, Selasa (07/06/2022).

Pertemuan tersebut juga dihadiri Jimmy Agustian dari pihak yang mengikuti kegiatan itu secara virtual.

Dr. Ipul, begitu dia akrab disapa, mengatakan, fenomena alam itu dipicu oleh kondisi eutrofikasi (perkembangbiakan tumbuhan air dengan cepat karena memperoleh zat makanan yang berlimpah akibat pemupukan yang berlebihan) air laut (penyuburan nutrien). Sumber nutrien berasal dari akumulasi dari Teluk Bima yang berasal dari aktivitas pemupukan tanaman dan buangan bahan organik.

Langkah riset, kata lulusan S-1 Unhas, S-2 IPB, dan S-3 Ilmu Kelautan IPB- Kames Cook Univetrsity (JCU) Australia tersebut, telah membuktikan kronologis fenomena: sumber dan proses oseanografi, atmosferik, dan geografik.

“Rekomendasi tindak lanjut adalah menjaga Teluk Bima agar tidak tercemar berulang. Semua pihak tetap dalam koridor kerja sama dan saling mendukung memecahkan masalah Teluk Bima,“ ujar Peneliti di Pusat Penelitian Laut Pesisir dan Pulau Kecil (MaCSI Unhas 2002-hingga kini tersebut.

Ipul yang pernah menjadi peneliti World Wide Fund (WWF) – organisasi nonpemerintah internasional yang menangani masalah konservasi yang didirikan dan berkantor pusat di Swiss 29 April 1961 – juga merekomendasikan, pengendalian pencemaran eutrofikasi dengan jalan penyerapan nutrien dari daerah aliran sungai (DAS).

Pemerintah dan didukung swasta serta lembaga penelitian atau universitas membuat database kelautan Teluk Bima sebagai referensi pada masa mendatang menyangkut bioekologi, fisik, kimia, dan oseanografi. Pemerintah yang memiliki laboratorium tetap memantau kualitas air Teluk Bima untuk kebutuhan wisata dan budi daya tambak.

“Konsep pengelolaan kawasan Teluk Bima, mengatur pemanfaatan yang ‘sustainable’ (berkelanjutan). Restorasi tumbuhan laut (padang lamun dan mangrove – bakau) sebagai penyerap bahan pencemar,” ungkap Instruktur Selam dengan kategori Bintang 1—ADS tersebut.

Ipul menyebutkan, fenomena alam berupa algae di Teluk Bima itu cepat tersebar, menipis dan menghilang karena bahan pencemar berupa bahan organik mengandung buih, berisi oksigen. Dari segi oseanograsi, buih itu terbawa arus air laut sutu pada malam hari. Dari aspek atmosferik, buih terpecahkan oleh angin darat pada sore hari hingga malam.

Hasil analisis mikroskopik gelatin/buih mengungkapkan bahwa flat organik gel mengapung. Gel ini menggumpal mengandung oksigen terjebak, sehingga di kolom air terjadi kekosongan oksigen.

“Jadi ikan yang mati bukan karena racun, melainkan disebabkan ketiadaan oksigen di dekat permukaan laut. Kebanyakan yang mati ini adalah ikan pelagis (ikan kolom air),” ucap Ipul.

Anoxic, yakni air (area air laut, air tawar, atau air tanah) yang kehabisan oksigen disebabkan bakteri banyak menggunakan oksigen dan oksigen terjebak dalam BO dan menyerap oksigen air kolom air. Akibatnya, ikan mati akibat kekurangan oksigen dan pernapasan.

Khusus mengenai plankton, Ipul mengatakan, merupakan makhluk renik (kecil, halus) berukuran mikron hingga puluhan sentimeter yang hidup dengan memanfaatkan unsur hara (nutrien) untuk tumbuh.

Phytoplankton membutuhkan matahari dan merupakan dasar awal kehidupan di laut. Phytoplankton ini merupakan makanan bagi zooplankton dan larva (bayi) ikan berbentuk rantai makanan. Produktivitas plankton cepat dan massal (3x24 jam) dan dapat memenuhi kolom perairan danau, laut, dan teluk.

Plankton sebagai dasar kehidupan di laut dapat bermanfaat untuk kehidupan. Misalnya, Phytoplankton (algae renik/halus) dapat menjadi cikal bakal bibit plankton. Zooplankton dapat dimanfaatkan untuk budi daya bagi pakan udang/bandeng. Sementara bayi/anak/ikan kecil pun dapat digunakan untuk usaha budi daya pembesaran larva ikan, sementara ikan target dapat dimanfaatkan untuk ikan konsumsi hasil penangkapan.

Manajer Fuel Terminal PT Pertamina Bima Damianus Fery Baya Permana dalam kesempatan itu memberikan sambutannya yang intinya menjelaskan femonena alam yang terjadi di Teluk Bima itu terjadi pada tanggal 26-27 April 2022. Informasi yang disampaikan dan diikuti secara virtual oleh wartawan kurang jelas.

Paparan berikutnya disampaikan pihak yang mewakili Pertamina menyebutkan bahwa Fuel Terminal di Bima merupakan salah satu unit keiatan PT Pertamina yang berada di Kelurahan Rasanae Barat Kota Bima, NTB. Kegiatan yang dilaksanakan adalah distribusi dan sudah memiliki izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan (LH) pada tahun 2021. Kegiatannya khususnya pada saat pendistribusian bahan bakar.

Melalui tangkapan kamera pemantau (circuit close television -CCTV) tampak ada garis-garis berwarna kecokelatan di atas permukaan air laut yang mulai berkumpul di sekitar perairan Fuel Terminal Pertamina di Wadumbolo Teluk Bima. Busa-busa tersebut mulai berkumpul pada tanggal 27 April 2022 pada pukul 08.00 dan pukul 15.38 dan sudah mulai menutup kolam pelabuhan Fuel Terminal Pertamina Bima.

Pada tanggal 28 April 2022, menindaklanjuti rapat terbatas sebelumnya, Wali Kota Bima mengambil sampel air laut di beberapa lokasi. Sampel-sampel itu diuji, salah satu sampel di antaranya ditujukan ke Pertamina Patra Niaga. Untuk menguji karena di lokasi Bima masih terbatas, sampel itu dikirim ke Surabaya.

PT Pertamina Patra Niaga sampel tersebut dibagi menjadi dua, yaitu, dikirim ke salah satu lab yang sudah terakreditasi untuk diuji sesuai parameter fisik kimia dengan baku mutu yang diacu dalam Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2021. Pengujian juga dilakukan kepada salah satu yayasan biologi Indonesia untuk menguji parameter geologi dalam hal parameter phitoplankton, yang nantinya diharapkan dapat memberi pertimbangan apakah busa-busa tersebut akibat dari kebocoran fasilitas Fuel Terminal Pertamina Bima atau dari aktivitas-aktivitas plankton di sekitar lokasi.

Dalam pengujian tersebut diperoleh hasil bahwa sifat fisik kimia air laut dengan dua parameter, yakni total petroleum hydrocarboon yang menjadi salah satu indikasi terjadinya kebocoran di suatu perairan. Hasil pengujian membuktikan bahwa lapisan minyak di lokasi kegiatan terukur nihil. Dengan kualitas petroleum hidrokarbon terukur 0,0001 mg/liter. Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa fenomena alam yang terjadi bukan karena kebocoran minyak. Sebab, jika terjadi kebocoran minyak akan tampak.

Hasil pengujian oleh Generasi Biologi Indonesia, menyampaikan bahwa pada sampel air laut yang telah diujikan, terukur jumlah planton yang sangat melimpah karena terukur pada phitoplankton jenis sia atikularis terukur sangat tinggi mencapai 261.625 individu/300 m3 yang berpotensi menimbulkan terjadinya “algae bloom”.

Model arus di Teluk Bima dominasi arah angin dominan dari arah utara. Pasang surut di Teluk Bima merupakan semidiagonal. Hasil permodelan arus pada kondisi pasang massa air bergerak menuju barat, sedang pada kondisi surut bergerak ke timur. Karena kondisinya memang berada di teluk, sehingga terjadi beberapa putaran, khususnya arus yang ada di Teluk Bima tsb dengan kecapatan bervariasi dan cenderung lebih kecil dibandingkan yang lainnya. Kecepatan arus pada Fuel Terminal Bima berkisar antara 0,002 s/d 0,0018/second. Arus deras berkumpul pada Fuel Terminal Bima pada kondisi pasang menuju ke arah perairan. Pada kondisi surut pada Fuel Terminal Bima terdapat beberapa pusaran dan arah arus yang berkumpul, baik dari sisi utara maupun sisi selatan, karena adanya beberapa cekungan di beberapa kegiatan dengan arus yang bervariasi antara 005 sampai 0096/menit/second.

Hal itu mengindikasikan bahwa khususnya pada malam hari atau dinihari berkumpul arus di sekitar Fuel Terminal Bima, sehingga dapat membawa partikel-partikel yang berada di perairan menuju lokasi di sekitar perairan Bima.

Dari hasil pengujian ini, pihak Pertamina Patra Niaga khususnya Fuel Terminal Bima, menyimpulkan, hasil pengukuran pada komponen kimia maupun biologi menunjukkan, lokasi terjadinya fenomena alam dengan busa berwarna cokelat di perairan Teluk Bima tersebut tidak disebabkan oleh kebocoran minyak oleh fasilitas Fuel Terminal Bima. Ini dibuktikan dengan uji kualitas air laut total petroleum hydrocarboon 0,0001 per liter, masih jauh di bawah standar.

“Fenomena alam di Teluk Bima mirip dengan yang terjadi di Turki yang disebabkan oleh ledakan algae (algae blooming),” pungkasnya, kemudian dilanjutkan dengan paparan disampaikan Aisyah Ramadani dari Yayasan Generasi Biologi Indonesia yang lebih cenderung bersifat teknis ilmiah berkaitan dengan spesis plankton dari segi biologik. (MDA)

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN