ETIKA publik pejabat negara dalam menyelenggarakan pemerintahan bersih dan bermoral memiliki kedudukan dan peranan sangat penting sebagai panutan perilaku terpuji dalam menjalankan tugasnya.
Tanpa rasa malu, maraknya gaya mengunggah pamer harta, kendaraan hingga liburan keluar negeri semakin ramai dan marak di media sosial. Fenomena ini memberi dampak, salah satunya efek psikologis sosial di masyarakat. Lebih celakanya lagi para pelaku tersebut adalah pejabat negara bersama anak istrinya.
Tragisnya gaya sombong pamer ini masih di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang sepenuhnya belum berlalu, utamanya dampak kondisi pukulan keras terhadap sistem ekonomi sosial di tengah-tengah masyarakat. Kantong-kantong financial rakyat kecil skala besar seluruh Indonesia terjun turun daya belinya.
Presiden Jokowi secara jelas dan berulang dalam beberapa momen menekankan, "jangan pamer kekuasaan, jangan pamer kekayaan. Sangat-sangat tidak pantas. Pelayannya dianggap tidak baik oleh masyarakat kemudian aparat perilakunya jemawa dan hedonis."
Seolah keras kepala dan keras hati para oknum pejabat ini masih terus berulah alias mengabaikan larangan Presiden.
Tidak luput, tensi publik Kota Makassar ikut jadi berdenyut kencang akibat, sifat tidak peka, tanpa rasa malu bahkan tidak peduli sama sekali larangan Presiden, seorang pejabat negara, Kepala Bea Cukai Makassar yaitu, Andhi Pramono bersama anak dan istri pamer kekayaan. Rumah mewah, kendaraan, pakaian, perhiasan sampai jam tangan dan cincin semua bernilai sangat mahal yang keseluruhannya ditaksir hingga belasan miliar. Terpajang ke ranah umum.
Aliansi HUKUM (Hak Untuk Keadilan Umum) yang kesal melihat hal tersebut menegaskan, pamer kekayaan ini tidak boleh dibiarkan.
Bangsa tercinta ini termasuk Kota Makassar wajib bersih dari pejabat negara yang kotor mental dan bergaya hidup mewah.
Menurut Aliasi HUKUM, bagaimana mungkin seorang Kepala Bea Cukai dengan pangkat eselon 3 kalau hanya dari gaji dan tunjangan bisa punya harta belasan miliar?
Negara kita adalah negara hukum, Aliasi HUKUM mendesak Menteri Keuangan dan Dirjen Bea Cukai segara, mencopot Kepala Bea Cukai Makassar.
Tidak sampai di situ, harus mengaudit Kepala Bea Cukai Makassar secara terbuka ke publik, live. Termasuk dari mana saja sumber kekayaannya, sebab bisa saja ada kemufakatan tidak wajar dan atau gratifikasi dengan oknum-oknum tertentu yang masih berkeliaran di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Makassar yang ditempati bertugas saat ini.
"Kami dari Aliansi HUKUM (Hak Untuk Keadilan Umum) mendesak Menteri Keuangan dan Dirjen Bea Cukai RI mesrespon serius tuntutan ini. Sebab kami menunggu dan akan melakukan aksi selanjutnya bila memang kami anggap ada kelambanan dalam penanganan kasus ini," pungkas Muhammad Riswan, SP selaku Presidium ALIANSI HUKUM Indonesia. (*)