Uang Suap Rp 1 Miliar, Pinjaman Bank untuk Proyek Irigasi di Sinjai

SOROTMAKASSAR -- Makassar.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar kembali menggelar sidang kasus suap terhadap Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah dengan terdakwa Agung Sucipto.



Dalam sidang lanjutan tersebut terungkap uang suap Rp 1,05 miliar yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) Agung Sucipto, eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Edy Rahmat, dan Nurdin Abdullah hasil pinjaman dari bank.

Sidang dipimpin Hakim Ketua Ibrahim Palino kali ini mengadirkan enam saksi. Mereka masing-masing owner PT Purnama Karya Nugraha Hari Syamsuddin, Direktur PT Purnama Karya Nugraha, Abdul Rahman, sopir Edy Rahmat bernama Irfandi, PNS Dinas Sosial di Bantaeng bernama Hikmawati, wirausaha Mega Putra Pratama, dan tersangka Edy Rahmat.      

Saksi Hari Syamsuddin mengaku pihaknya menyerahkan uang sebesar Rp 1,05 miliar melalui anak buahnya bernama Abdul Rahman untuk diserahkan ke terdakwa Agung Sucipto. Hari mengungkapkan uang tersebut merupakan pinjaman dari Bank Mandiri untuk proyek irigasi di Kabupaten Sinjai anggaran 2021.

"Uang itu kredit dari bank untuk proyek irigasi. Itu sesuai dengan pesanan pak Anggu (Agung Sucipto) untuk proyek irigasi di Sinjai," kata Hari dalam sidang digelar Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis (17/6/2021).

Hari mengungkapkan uang tersebut diberikan kepada terdakwa karena Anggu mengaku kepadanya bisa meloloskan proyek tersebut untuk diajukan ke Pemprov Sulsel. Hari mengungkapkan proyek irigasi di Kabupaten Sinjai tersebut sebesar Rp 25 miliar.

"Pak Anggu waktu itu telepon minta proposal proyek irigasi di Sinjai nilai proyek Rp 25 miliar dan juga titipan. Pak Anggu waktu bilang bisa membantu," kata dia.

Hari mengaku mengetahui jika terdakwa Anggu memiliki kedekatan dengan Gubernur nonaktif Nurdin Abdullah. Dia menyebut Anggu sering mendapatkan proyek saat Nurdin Abdullah masih menjadi Bupati Bantaeng.

"Pak Anggu sering dapat pengerjaan (proyek) di Bantaeng," ucapnya.

Dalam persidangan juga terungkap, sehari sebelum terdakwa terjaring OTT KPK bersama Edy Rahmat, Hari bertemu dengan Anggu di Kafe Firefiles di Jalan Pattimura Makassar. Di situ perusahaannya melalui Direktur PT Purnama Karya Nugraha, Abdul Rahman menyerahkan uang dan proposal proyek irigasi ke Anggu.

"Iya, ketemu di Kafe Firefiles (jalan) Pattimura," kata dia.

Setelah pertemuan tersebut, Hari mengaku tidak lagi mendapatkan informasi hingga muncul berita Anggu, Edy Rahmat, dan Nurdin Abdullah terjaring OTT KPK.

Sementara itu, Direktur PT Purnama Karya Nugraha, Abdul Rahman mengaku mendapat perintah dari atasannya yakni Hari Syamsuddin untuk berkomunikasi dengan Anggu terkait pengajuan proyek irigasi di Kabupaten Sinjai.

Saat itu, kata dia, Anggu meminta dirinya untuk menyerahkan proposal tentang proyek irigasi di Bappeda Sinjai dan juga uang titipan sebesar Rp 1,05 miliar.

"Saya ke Bank Mandiri untuk mengambil uang Rp 1,05 miliar atas perintah atasan saya Pak Hari. Saya juga diminta oleh pak Anggu untuk menyiapkan proposal (proyek irigasi di Kabupaten Sinjai)," katanya.

Abdul Rahman mengungkapkan uang sebesar Rp 1,05 miliar baru bisa cair dari Bank Mandiri pada pukul 20.00 Wita. Pencairan tersebut lama karena masalah administrasi.

"Setelah itu saya ketemu pak Anggu di Kafe Firefiles Pattimura. Di situ saya serahkan proposal yang diminta oleh beliau, sementara uang Rp 1,05 miliar saya diminta untuk kasih ke sopirnya (terdakwa)," ungkapnya.

Abdul Rahman mengungkapkan uang sebesar Rp 1,05 miliar tersebut disimpan di dua kantong plastik. Uang tersebut selanjutnya diserahkan ke sopir Anggu untuk disimpan di kursi tengah mobil.

"Saya sampaikan ke sopir pak Anggu, ini ada uang untuk pak Anggu dan disuruh disimpan di kursi tengah mobil," ucapnya.

Sementara itu, saksi Irfandi mengaku mengenal dengan tersangka Edy Rahmat. Ia mengakui dirinya menemani Edy Rahmat saat OTT KPK terjadi.

"Saya mantan anak buah pak Edy saat masih jadi honorer di Dinas PU Bantaeng," katanya.

Ia menjelaskan sebelum terjadi OTT KPK, tersebut dirinya bertemu dengan Edy Rahmat di Rumah Jabatan (rujab) Gubernur Sulsel. Dari sana, dirinya diajak oleh Edy Rahmat ke Rumah Makan Nelayan.

"Saya diajak oleh beliau pak jaksa. Saya tidak tahu kalau saat itu pak Edy bertemu dengan pak Anggu," ujarnya.

Meski demikian, dirinya sempat melihat sebuah koper yang dipindahkan dari mobil lain ke mobil yang ia kendarai.

"Saya lihat itu koper. Tapi tidak tahu apa isinya," tambahnya. (*) 

Politik

Pendidikan

Seputar Sulawesi

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN