"Sertifikat Siluman," Siapa yang Ukur?

SOROTMAKASSAR-- Gowa

Munculnya sertifikat tanah siluman, diduga tidak melalui prosedur yang seharusnya, bahkan melalui jalan gelap yang hanya orang tertentu yang bisa melakukannya. Hal ini menjadi penyebab munculnya "Sertifikat Siluman", yang pemiliknya tiba-tiba mengaku sebagai penguasa tanah orang lain. Kalau tidak diakui, akan dilapor sebagai pidana penyerobotan.

Seperti yang disebutkan Ketua DPRD Gowa, H. Rafiuddin Raping, bahwa banyaknya beredar sertifikat bermasalah, sertifikat ganda, bahkan ada yang dianggap sertifikat siluman harus segera dihentikan.

Menurut H Rafiuddin, pihak DPRD Gowa sebagai wakil rakyat memang harus peka terhadap permasalahan yang dialami rakyat, karena untuk itulah dia dipilih untuk menyuarakan aspirasi, mendengar rintihan, dan suara rakyat yang dizalimi, serta dirampas haknya untuk hidup layak di kampungnya sendiri.
Kalau berbagai bentuk kezaliman itu dibiarkan, akan menjadi salah satu penyebab kehancuran suatu negeri.

Menurut informasi yang beredar di masyarakat, model sertifikat siluman itu, tidak diketahui, kapan diukurnya tanah itu? Siapa yang mengukur, dan bagaimana mereka mengukurnya? Padahal yang menjadi pokok sertifikat adalah ukuran tanahnya.

Bagaimana kalau yang mengukur bukan petugas BPN resmi? Pihak BPN hanya tinggal menerima datanya. Maka muncullah sertifikat bermasalah, karena terjadi perselingkuhan antara pihak yang punya kepentingan pribadi yang tak terkendali.

Nenek Bandri (almarhumah) yang berumur 115 tahun, panjang rambut 2 meter, mamanya Tini, pemilik tanah yang akan digusur oleh Nony

Seperti yang terjadi di Buluballea, Kelurahan Pattapang, Tinggimoncong, Gowa, muncul sertifikat atas nama Nony Meywati Parawangsa, yang tiba-tiba mau menggusur petani setempat. Menurut informasi, ternyata tanah itu diukur oleh Samaila, seorang pekerja penggarap tanah Nony Meywati.

Bagaimana bisa? Proses tanah, sebagai bukti kepemilikan tanah yang sah, diproses secara gelap, pengukurannya diam- diam tanpa saksi pemerintah setempat?

Lurah Pattapang, Hj. Rahmatiah, mengaku memberikan dukungan kepada terlapor Tini dan Suaminya Umar Mase, agar dapat tegar memperjuangkan, kalau memang tanah itu adalah haknya.

Sebagai Lurah yang bertanggung jawab terhadap permalahan yang terjadi di wilayahnya, dia mengaku sudah lama meminta fotokopi sertifikat yang dimiliki Nony, tapi tidak pernah diberikan sampai sekarang. Ini tentu mencurigakan, dan merupakan bentuk pelecehan terhadap pemerintah setempat.

Kenapa fotokopi sertifikatnya hanya diberikan kepada Penyidik Polres Gowa? Kalau memang benar, kenapa takut dilihat sertifikatnya? BPN harus berani buka proses munculnya sertifikat yang diduga bermasalah itu.(syafie)

Politik

Pendidikan

Seputar Sulawesi

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN