SOROTMAKASSAR -– LUWU, Persidangan kasus dugaan korupsi dana desa di Lampuara, Kecamatan Ponrang Selatan, kembali menjadi sorotan setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) membeberkan uraian dakwaan yang dinilai memiliki pola penyimpangan berlapis.
Tiga aparatur desa Kepala Desa Lampuara Adam Nasrun (AN), Sekretaris Desa berinisial AR, dan Bendahara Desa berinisial R resmi duduk sebagai terdakwa dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Makassar pada Rabu, 3 Desember.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Angeliky Handanjani Day, didampingi dua hakim anggota, R. Ariyawan Arditam, dan Estiningsih, langsung membuka rangkaian proses hukum dengan pembacaan dakwaan.
Agenda ini menandai dimulainya babak baru perjalanan panjang kasus Lampuara, yang sejak awal tahun telah ramai diperbincangkan, baik di tingkat lokal maupun regional.
JPU Kejari Luwu, melalui Kasi Intelijen Andi Ardiaman, menjelaskan bahwa dakwaan terhadap ketiga terdakwa disusun secara subsidair, mulai dari pasal primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001, hingga dakwaan subsidair Pasal 3 undang-undang yang sama.
Dakwaan berlapis ini menunjukkan adanya dugaan kuat bahwa aliran dana desa Tahun Anggaran 2022–2024 di Lampuara tidak hanya menyimpang di satu titik, tetapi terstruktur melibatkan beberapa unsur perangkat desa.
Menurut Jaksa, pola penyimpangan tersebut bermula dari pengelolaan anggaran yang tidak sesuai mekanisme.
Beberapa pos anggaran disebut tidak memiliki bukti pertanggungjawaban yang jelas, sementara sebagian lainnya diduga dimanipulasi melalui laporan penggunaan anggaran yang tidak akurat.
Dalam dakwaan JPU, ketiga terdakwa memiliki peran masing-masing: AN sebagai kepala desa dianggap memiliki otoritas penuh dalam setiap keputusan anggaran, AR sebagai sekretaris diduga turut menyiapkan dokumen administratif yang bermasalah, dan R sebagai bendahara disebut melakukan pencairan dana tanpa prosedur standar yang sah.
Salah satu poin yang menjadi perhatian dalam sidang perdana ini adalah penjelasan Jaksa mengenai tidak sinkronnya realisasi anggaran dengan data administrasi desa.
Fakta-fakta tersebut, menurut JPU, akan dibuktikan dalam sidang lanjutan melalui bukti dokumen dan keterangan saksi.
Majelis Hakim pun menekankan pentingnya menghadirkan seluruh bukti secara transparan mengingat kasus ini menyangkut dana publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat desa.
Persidangan selanjutnya dijadwalkan pada Rabu, 10 Desember 2025 dengan agenda penunjukan penasihat hukum untuk para terdakwa.
Majelis menyatakan bahwa pendampingan hukum menjadi bagian penting untuk memastikan setiap terdakwa mendapatkan ruang pembelaan yang sesuai dengan asas keadilan.
Sebelumnya, Kejari Luwu telah melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor Makassar pada 2 Desember 2025. Bersamaan dengan pelimpahan berkas, dua tersangka AN dan AR dipindahkan dari Lapas Kelas II A Palopo ke Lapas Kelas I Makassar, sedangkan R ditempatkan di Rutan Makassar.
Pemindahan ini dilakukan untuk memperlancar jalannya persidangan sekaligus memastikan keamanan dan keberlangsungan proses hukum.
Kasus Lampuara kini memasuki fase krusial. Publik Luwu Raya menunggu arah perkembangan persidangan, terutama terkait sejauh mana dugaan penyimpangan anggaran desa akan terbongkar.
Dengan dakwaan berlapis yang telah dibacakan di awal persidangan, masyarakat berharap proses hukum berjalan transparan dan memberikan kejelasan atas penggunaan dana publik yang semestinya dikelola dengan penuh tanggung jawab. (Yustus)
