SOROTMAKASSAR -- Jakarta.
KPK, Kejaksaan dan Kepolisian sewajibnya membentuk dan menurunkan tim untuk menghadiri dan memantau jalannya sidang-sidang Hak Angket DPRD Sulsel, karena itu sangat dimungkinkan sebab sidang-sidang Hak Angket terbuka untuk umum.
Hal itu dikatakan Mulawarman kepada sejumlah wartawan, Kamis (18/07/2019) siang di Gedung KPK di Kuningan Jakarta. “Saya mau silaturahmi ke Pak Laode, tetapi beliau tidak ada di tempat,” ujarnya kepada wartawan yang banyak mengenali Mulawarman sebagai wartawan politik di DPR RI.
Menurut Mulawarman, KPK, Kejaksaan dan Kepolisian wajib turun memantau langsung sidang-sidang Hak Angket DPRD Sulsel itu. Karena sejak digelarnya Hak Angket, sudah terungkap fakta ke publik, adanya indikasi telah berlangsung atau terjadi praktek atau tindak pidana korupsi di pemerintahan Nurdin Abdullah sebagai Gubernur Sulsel.
Telah terjadi jual beli proyek Pemprov Sulsel yang pasti memakai dana rakyat atau uang negara, diikuti gratifikasi atau suap serta perdangangan pengaruh jabatan.
“Semuanya terjadi,” tegas Mulawarman yang menulis buku “Man Behind The Scene” Abraham Samad dan Biografi Bupati Bone.
Begitu Hak Angket selesai, KPK, Kejaksaan atau Kepolisian, bisa langsung menciduk Agung Sucipto alias Anggu, Feri, Sumardi, Irfan Jaya, Jumras dan Hartawan.
“Terutama menciduk Irfan yang menyaksikan dan mendengarkan Jumras meminta Fee serta peristiwa itu terjadi di tempatnya,” saran Mulawarman kepada KPK, Kejaksaan dan Kepolisian di Sulsel.
Setelah Irfan, lanjut Mulawarman yang juga penulis buku biografi Rusdi Masse Bupati Sidrap, KPK atau Kepolisian dan Kejaksaan wajib menciduk Anggu dan Feri yang mengirim surat bernada menekan Gubernur Sulsel agar memberikan proyek yang sedang dalam lingkup kewenangan Jumras selaku Kadis Bina Marga Sulsel.
Selain itu, KPK atau Kepolisian dan Kejaksaan wajib menyita dan kemudian mengamankan alat bukti dari Anggu berupa surat dan rekaman.
“KPK atau Kepolisian dan Kejaksaan wajib menyita dan mengamankan rekaman pembicaraan Anggu, Feri, Sumardi dengan Jumras yang diakui oleh Gubernur Nurdin Abdullah kepada Jumras, ada di tangannya. KPK atau Kepolisian dan Kejaksaan juga wajib mengamankan rekaman itu dari tangan Nurdin Abdullah,” pinta Mulawarman yang menduga perekaman dilakukan oleh Irfan dari luar ruangan pertemuan di tempat Irfan.
Setelah itu, barulah KPK atau Kejaksaan maupun Kepolisian menciduk Jumras dan Hartawan. Karena, Jumraslah yang membuka kasus dengan pengakuan didatangi Anggu dan Feri atas perintah Gubernur.
Dan Jumras juga yang mengaku mendengar langsung Anggu mengatakan, proyek itu diberikan Gubernur kepadanya, sebagai balas jasa atas bantuan dana kampanye 10 miliar rupiah untuk Nurdin Abdullah.
Bagaimana Gubernur, tanya Mulawarman yang kemudian dijawabnya sendiri, Nurdin Abdulllah tidak usah diciduk, karena kesaksian Irfan, Anggu, Feri, Sumardi dan Jumras, akan kembali ke Nurdin Abdullah.
Sebab sesungguhnya, semuanya bermula dari Nurdin Abdullah yang sedang memperdagangkan pengaruh jabatannya, kepada Anggu dan Feri, kontraktor langganan Pemkab Bantaeng selama 10 tahun, selama Nurdin Abdullah menjadi Bupati Bantaeng, seperti diakui oleh Anggu dan Feri dalam surat penekanannya kepada Gubernur Nurdin Abdullah.
“Pokoknya KPK, Kejaksaan dan Kepolisian, wajib mengirim tim untuk hadir di sidang-sidang Hak Angket memantau dan mengawasi langsung keterangan-keterangan nara sumber. Kalau bisa mulai hari Jumat ini, sudah ada tim KPK, Kejaksaan dan Kepolisian duduk di ruang sidang menyimak keterangan nara sumber, khususnya keterangan Irfan, Sumardi, Anggu dan Feri, karena keempatnya kembali akan dipanggil Panitia Hak Angket,” tandas Mulawarman yang disebut oleh Harian Tribun Timur sebagai seorang pengamat masalah sosial di tanah air ini. (*)