Banjir di Luwu, Ketua Ipmil Raya UMI Desak Pemerintah Setempat Memberikan Perhatian Khusus

SOROTMAKASSAR - LUWU - Tana Luwu, atau Luwu Raya, yang sering dijuluki Bumi Sawerigading, adalah bagian dari warisan bersejarah yang kaya dari Kerajaan Luwu di Provinsi Sulawesi Selatan.

Secara administratif, wilayah ini terbagi menjadi 4 (empat) Kabupaten dan 1 (satu) Kota, masing-masing dengan pusat administrasi yang penting : Kabupaten Luwu Beribukota Belopa, Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara dengan Ibukota Masamba, Kabupaten Luwu Timur Ibu kota Malili, dan Kabupaten Luwu Tengah atau Walenrang Lamasi (Walmas) yang sedang dalam proses pembentukan, dengan ibu kota di Walenrang.

Terletak secara strategis di bagian selatan Sulawesi, Tana Luwu menghadap ke Teluk Bone di sebelah timur dan berbatasan dengan Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah di sebelah utara. Wilayahnya yang luas, mencapai sekitar 17.791 km², didiami oleh lebih dari 700.000 jiwa. Keberagaman geografisnya memberikan potensi ekonomi yang luas, terutama dalam sektor pertanian, peternakan dan perikanan.

Pertanian, peternakan dan perikanan 3 (tiga) hal yang menjadi penopang utama ekonomi, dengan tanah yang subur yang menghasilkan berbagai komoditas unggulan seperti kakao, kopi, padi, merica cengkih, udang, rumput laut, dan biji nikel.

Dengan potensi alam yang melimpah seperti itu , wilayah ini telah menjadi kontributor signifikan terhadap perekonomian regional. Dengan prospek ekonomi yang menjanjikan untuk masa depan daerah Tana Luwu yang sudah harusnya memang begitu adanya.

Namun Realitas sosial yang kemudian terjadi hari ini di Luwu Raya tidak demikian, bencana banjir dibeberapa titik di wilayah yang bergelar Bumi Sawerigading itu, selalu menjadi hantu bagi masyarakat yang terdampak, belum lagi persoalan kebijakan regulasi yang seoalah belum memihak kepada masyarakat .

Menilik bagaimana kondisi hari ini di Luwu Raya

Sungai pongkeru yang berada di Luwu Timur pada januari kemarin merendam hampir 80 rumah warga yang diakibatkan meluapnya air di aliran sungai tersebut.

Tidak hanya itu, Di luwu utara Sebelumnya diberitakan, sebanyak tujuh kecamatan di Luwu Utara terendam banjir, diantaranya Kecamatan Sabbang Selatan, Sabbang, Malangke, Malangke Barat, Baebunta Selatan, Sukamaju Selatan, dan Kecamatan Mappideceng.

Dari 7 (tujuh) Kecamatan itu terdapat 35 desa dan 58.614 warga yang terdampak. Banjir terjadi diakibatkan meluapnya Sungai Rongkong, Masamba dan Sungai Baliase.

Dan bahkan Banjir yang juga melanda Kabupaten Luwu khususnya di Walmas, yang dipicu hujan lebat selama 10 jam hingga membuat tanggul sungai jebol serta meluapnya air merendam akses jalan dan pemukiman warga di 2 (dua) dusun di Desa To'lemo dan 1 (satu) dusun di Desa Bululondong di Kecamatan Lamasi.

Berbicara terkait Bencana alam tentu kita tak pernah tahu kapan datangnya hal ini, namun bukan berarti pemerintah setempat tidak bisa mengantisipasi hal tersebut dan juga meminalisir dampak kerusakannya.

Adnan Prawansyah yang juga selaku Ketua Ipmil Raya UMI mengatakan, pemerintah setempat yang berada dalam beberapa wilayah terdampak di Luwu Raya gagal dalam melakukan langkah-langkah preventif ataupun pencegahan dengan melihat kondisi hari ini di Luwu Raya, dan juga kurangnya perhatian khusus bagi pemerintah dengan menilik hal ini.

"Begitu pun juga persoalan kantong kresek merah Yang dibagikan pada setiap moment bencana alam. Saya rasa itu bukanlah sebuah solusi bagi masyarakat yang terdampak tapi lebih dari itu bagaimana pemerintah mampu memberikan rasa aman kepada para petani, nelayan dan peternak ketika mereka menunggu momen-momen panen," jelas Adnan di Sekretariat Ipmil UMI Makassar, Senin (29/04/2024) sekira pukul 14.20 Wita.

Menurutnya, hal ini terjadi, sebab banyaknya masyarakat mengalami gagal panen yang diakibatkan fenomena banjir dan lainnya, ini dikarenakan gagalnya pemerintah setempat dalam melakukan langkah preventif untuk mencegah banjir sehingga yang merasakan dampaknya, adalah masyarakat yang kemudian berkarir dalam sektor pertanian peternakan dan perikanan.

Lalu yang menjadi pertanyaan besar hingga hari ini apakah pemerintah menganggap serius fenomena alam yang terus menghantui pikiran para petani, nelayan dan peternak dalam melakukan penanganan terhadap fenomena ini ?

Kalaupun memang dianggap serius dan yang menjadi jawaban adalah perbaikan tanggul jebol tiap tahunnya saya pikir itu bukan hal yang solutif bagi fenomena yang seakan menjadi kutukan untuk warga Luwu Raya apalagi kantong kresek merah yang berisikan beberapa komoditas, hal semacam ini membuat masyarakat pasif dan tidak terpantik kesadarannya yaitu selama puluhan tahun kita menjadi masyarakat yang termarjinalkan oleh kondisi struktur kekuasaan yang ada di Luwu Raya. Semoga hal ini bisa menjadi perhatian khusus bagi pemerintah setempat.(Hdr)

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN