SOROTMAKASSAR - MAKASSAR.
Mira Hayati, sosok di balik peredaran produk skincare yang diduga mengandung merkuri, melalui Tim Penasehat Hukumnya mengajukan permohonan agar status tahanannya dialihkan dari tahanan rutan ke tahanan kota.
Permohonan tersebut diserahkan ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang sedang menangani perkara peredaran kosmetik bermerkuri.
Kepastian informasi ini datang dari Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmi, melalui telepon menyatakan, “Ya benar,” mengonfirmasi pengajuan tersebut.
Penasihat hukum Mira Hayati, Ida Hamidah menambahkan, pihaknya akan terus mengupayakan pengalihan status tahanan untuk kliennya demi mendapatkan perlakuan yang lebih manusiawi selama proses hukum berlangsung.
Sementara itu, Anggareksa dari Penggiat Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi menegaskan, hak pengalihan tahanan merupakan hak terdakwa menurut hukum.
Namun, ia juga memperingatkan, keputusan akhir tetap berada di tangan hakim dengan mempertimbangkan dampak potensial terhadap kelancaran persidangan.
"Pengalihan tahanan itu dibenarkan oleh hukum, tapi bisa mengganggu proses sidang jika terdakwa tidak kooperatif dan bahkan berisiko melarikan diri. Selain itu, tindakan terdakwa yang telah merugikan masyarakat membuat pemberian keringanan sama saja dengan mengabaikan keadilan publik,” ujarnya.
Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Makassar pada Selasa, 18 Maret 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan tiga saksi guna menelusuri alur distribusi produk yang kini menjadi barang bukti.
Irwandi, anggota Polri dari Polda Sulsel, mengungkapkan kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya kandungan berbahaya dalam produk skincare yang dijual secara online.
Lanjut Irwandi, Polisi kemudian melakukan pembelian terselubung dan mengirimkan sampel produk tersebut ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), di mana hasil uji mengungkapkan keberadaan merkuri.
"Tak hanya itu, kepolisian juga menyita ratusan produk dari distributor yang mengaku mendapatkan stok langsung dari Mira Hayati, semakin memperkuat dugaan, produk tersebut tidak hanya melanggar regulasi, tetapi juga berpotensi membahayakan konsumen," ujarnya.
Di sisi lain, Titin, General Manager PT Agus Mira Mandiri Utama menyatakan, produk-produk Mira Hayati telah melalui audit rutin oleh BPOM dan memiliki izin edar yang sah.
Namun, Ida Hamidah menyoroti kemungkinan adanya pemalsuan produk yang beredar di pasaran, di mana banyak barang yang mengatasnamakan merek Mira Hayati ternyata tidak diproduksi oleh pabrik resmi. Pihaknya bahkan telah melaporkan beberapa kasus pemalsuan tersebut ke pihak kepolisian.
Soetarmi menyatakan, selain Mira Hayati, persidangan juga menghadirkan terdakwa lain seperti Agus Salim alias H. Agus bin H. Babaringan Dg Nai (40) dan Mustadir Dg Sila (42).
"Agus Salim, pemilik merek Ratu Glow dan Raja Glow, menghadapi dakwaan dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara atau denda Rp 5 miliar," tutur Soetarmi.
Ungkap Soetarmi lagi, sementara itu, Mustadir Dg Sila juga dijerat dengan dakwaan serupa dengan tambahan pasal perlindungan konsumen, yang bisa mengancamnya dengan hukuman hingga 5 tahun penjara atau denda Rp 2 miliar.
"Kasus peredaran kosmetik bermerkuri ini kini tengah mencuri perhatian publik," bebernya.
Anggareksa menambahkan, pengajuan pengalihan status tahanan oleh Mira Hayati dan pernyataan tegas dari berbagai pihak menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai keadilan, keamanan konsumen, dan kelancaran proses persidangan.
"Masyarakat dan pemangku kepentingan menanti keputusan hakim di Pengadilan Negeri Makassar yang nantinya akan menentukan arah proses hukum dan pemulihan kepercayaan publik," Penggiat Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Anggareksa menandaskan. (Hdr)