Klenteng Xian Ma, Destinasi Wisata Religi di Makassar

SOROTMAKASSAR -- Makassar. Sebuah gedung berlantai lima yang menjulang tinggi ke langit terlihat berdiri tegak dan kokoh di Jln Sulawesi No.112 Makassar, tepat di tengah kawasan pecinan yang multi etnis. Hampir setiap hari, mulai pagi sampai malam, bangunan dengan arsitektur budaya Tionghoa yang dibalut kombinasi cat warna cream, merah dan kuning emas ini ramai dikunjungi masyarakat. Gedung megah itu dikenal dengan nama Klenteng Xian Ma, sebuah tempat peribadatan bagi pemeluk agama Buddha yang didirikan sejak tahun 1864 dan pengelolaannya ditangani Yayasan Istana Naga Sakti.

Mereka yang berkunjung ke tempat ini, datang dari berbagai kalangan dengan beraneka kepentingan. Baik warga keturunan yang melakukan sembahyang atau mengikuti ritual keagamaan. Kaum pelajar, pendidik dan akademisi yang hendak menambah pengetahuan di bidang pendidikan sejarah. Dan pada hari-hari tertentu, Sabtu, Minggu atau hari libur resmi, banyak masyarakat umum yang menjadikan klenteng itu sebagai salah satu destinasi wisata religi. Bahkan keramaian tersebut dimanfaatkan pula para fakir miskin untuk mengais rejeki dari uluran tangan pengunjung.

Dengan 9 tiang atau pilar penyanggah berwarna merah, menjadikan bangunan penuh ornamen pemujaan dewa ini terlihat lebih indah dan punya banyak kandungan nilai religi. Tatkala berada di depan klenteng tersohor dan termasuk klenteng tertua di kota daeng, pengunjung disambut sebuah patung Dewa Namo Maitreya berukuran cukup besar. Buddha yang sedang duduk di gerbang masuk, merupakan salah satu Buddha yang dinanti-nantikan kehadirannya. Itu sebabnya patung Maitreya diletakkan di depan pintu masuk, sebagai simbol kelak datangnya Buddha baru di dunia.

Sesuai nama klenteng, maka Dewi Xian Ma menjadi dewi tuan rumah yang menyambut pengunjung saat memasuki ruangan lantai pertama. Karenanya, warga keturunan yang datang bersembahyang, wajib melakukan ritual keagamaan pertama kali kepada Dewi Xian Ma. Disitu berdiri kokoh pula 4 patung Raja Langit dari 4 penjuru mata angin, yakni Raja Langit Timur Dhritarastra (Dong Fang Chi Guo Ting Wang), Raja Langit Selatan Vidradhaka (Nan Feng Zeng Zhang Tian Wang), Raja Langit Barat Virapaksa (Xi Fang Guang Mu Tian Wang), dan Raja Langit Utara Vaisramana (Bei Fang Duo Weng Tian Wang).

Ratusan patung dewa-dewi dengan berbagai latar belakang menjadi pemandangan menarik yang dapat disaksikan di ruangan lantai pertama. Selain patung Dewi Xian Ma, ada juga patung Dewa Talib Sakti, Dewa Bao Sheng Dadi, Dewa Kekayaan, Dewa Lima Penjuru, Dewa Bumi Sakti dan lainnya. Sementara di lantai kedua, pengunjung bisa menemukan Balairung Tai Sui berisi 60 dewa-dewi Tai Sui yang dipercaya membawa keberuntungan. Ada pula pohon keberuntungan dan tersedia tempat menempelkan kertas nama. Disinilah, banyak umat Buddha melakukan ritual untuk menolak sial.

Patung dewa-dewi di lantai kedua, lebih dominan patung dewa-dewi pengadilan yang tugasnya mengadili umat manusia yang berbuat jahat semasa hidup di dunia, sebelum dihidupkan kembali ke dunia (reinkarnasi). Selanjutnya di lantai ketiga, masih dipenuhi aneka patung dewa-dewi dengan tugas berbeda-beda. Seperti Dewa Hujan, Dewa Rejeki, Dewa Jodoh, Dewa Zodiak, dan Dewa Perang. Ada pula Balairung Buddha berisikan patung Dewa Kwan Kong dan Dewi Pengasih Anak. Disini, patung Dewi Kwan Hing paling digemari pengunjung karena dikenal sebagai simbol keramahan dan kebijaksanaan.

Di lantai keempat, difungsikan menjadi ruangan kantor dan ada pula Balairung Triatna serta patung Dewa Bintang. Khusus ruangan di lantai ini, hanya ditujukan buat para biksu, sehingga tempat suci itu tidak boleh sembarang orang masuk apalagi masyarakat umum. Kemudian di lantai kelima, pengunjung dapat menyaksikan lukisan atau relief yang mengisahkan perjalanan Buddha yang sebelumnya bernama Sidharta. Patung yang berada di ruangan lantai terakhir adalah patung dewa paling besar, yakni Dewa Amito Buddha Siwa ditemani beberapa patung dewa lainnya.

Xian Ma Sampai ke Makassar

Bagaimana riwayat Klenteng Xian Ma sampai ke Makassar ? Kisahnya bermula di masa dinasti Nan Song, pada tahun pertama Jia Ding, tanggal 11 bulan 1 Imlek (tahun 1208), di daerah Gu Tao Yuan, Propinsi Fujian, Tiongkok, isteri dari seorang pejabat bermarga Ma yang dikenal setia dan bijak melahirkan seorang anak perempuan yang kemudian diberi nama Putri Ma. Sejak masa kecilnya, tak disangka Putri Ma sudah memiliki kecerdasan yang luar biasa, antara lain menguasai Ilmu Alam, Ilmu Perbintangan dan terutama Ilmu Pengobatan.

Ketika berusia 13 tahun, Putri Ma pergi ke gunung untuk memetik daun ramuan obat, dia melihat sebuah pemandangan menakjubkan, ibarat alamnya para dewa-dewi, sehingga menimbulkan niatnya memupuk diri. Hingga kemudian saat umur 15 tahun, muncul wabah penyakit menyerang penduduk desa, dan Putri Ma segera meracik obat untuk menolong warga. Alhasil obat racikannya berhasil memberantas penyakit dan wabah pun lenyap. Sejak itulah mereka yang berniat berobat atau memohon keturunan dan ketentraman, selalu datang meminta petunjuk kepada Putri Ma dan semuanya terkabulkan. Masyarakat akhirnya menjulukinya sebagai dewi dari Kayangan.

Menginjak usia 17 tahun, ayahnya difitnah pejabat lalim dan dijebloskan ke penjara. Mengetahui petaka itu, Putri Ma segera berangkat ke ibukota menghadap Raja dan menjelaskan persoalan ayahnya. Terkesan terhadap sikap sang anak yang begitu berbakti kepada orangtuanya, Raja langsung memerintahkan penyelidikan kembali perkara ayah Putri Ma. Akhirnya persoalan jelas, ayahnya tidak bersalah dan dibebaskan. Menariknya lagi, Raja lalu berkenan mengangkat Putri Ma menjadi anak angkat dengan gelar Tuan Putri.

Suatu waktu Raja berniat menikahkan Putri Ma yang kala itu sudah mencapai pencerahan diri dan tidak memikirkan keduniawian. Untuk menghindari perintah Raja, dia lalu bersembunyi di hutan sambil memperdalam ilmu. Saat utusan Raja pembawa titah tiba di hutan, mereka hanya menemukan pemandangan indah yang menyebarkan aroma wewangian semerbak dan melihat seorang dewi berbusana putih yang melayang ke angkasa. Mendengar laporan hal tersebut, Raja pun tahu bahwa anak angkatnya telah mencapai pencerahan kesempurnaan, dan ini merupakan mujizat pertama.

Tak lama setelah peristiwa itu, muncul bahaya bagi diri Permaisuri dan kandungannya yang mengalami kesulitan persalinan. Sang Raja pun sangat gelisah dan hanya bisa berdoa semoga Tuhan melindungi isteri dan anaknya. Selesai berdoa, beberapa saat kemudian, Permaisuri melahirkan puteranya dengan selamat. Kepada Raja, Permaisuri menyampaikan ada seorang dewi berbusana putih meminumkan tuangan air suci dari kendi yang dibawanya, dan lahirlah pangeran. Raja pun tahu jika Putri Ma yang menyelamatkan isteri dan puteranya, serta ini merupakan mujizat kedua.

Sekali lagi, peristiwa mencekam menimpa Istana Raja (Jin Luan Dian). Terjadi kebakaran hebat yang sangat sulit diatasi. Namun tiba-tiba muncul seorang dewi berbusana putih yang langsung mengayunkan 3 kali pedang yang digenggam, alhasil kobaran api spontan padam dan sang dewi ikut lenyap. Di atas tanah tertinggal sebuah kipas yang di dalamnya tertulis Baginda menerima hamba sebagai putri. Tiga mujizat membalas budi baginda. Membaca tulisan itu, Raja pun tahu bahwa Putri Ma muncul lagi dan menolong serta ini mujizat ketiga yang ditunjukkannya.

Bermaksud menghargai dan mengenang 3 kali mujizat yang dipersembahkan Putri Ma, Raja menitahkan membangun Klenteng Long Xian Gong, rumah altar yang diberi gelar San Xian Zhen Xian (3 penampilan Dewi Sejati). Di dalam klenteng ditempatkan 3 buah arca yang wujudnya sama seperti 3 kali penampilan Putri Ma. Sejak saat itulah rakyat menyebarkan ajaran suci dari Dewi Sejati ke semua penjuru negeri, dan mereka berdoa supaya negeri makmur, rakyat sentosa, dan sandang pangan terus berlimpah. Dan hingga kini, di berbagai daerah dibangun Klenteng Long Xian Gong yang memuja sang dewi dan asap dupanya tidak pernah punah.

Waktu terus berputar dan sampai di era dinasti Qing, antara Jia Qing Dao Guan, demi mencari nafkah di perantauan, serombongan keluarga marga Tang (Thung) dari Ban Li berlayar mengarungi lautan hingga tiba di Makassar. Dalam perjalanannya, untuk memohon perlindungan dan berkah dari Yang Maha Kuasa, mereka membawa Api Suci Pemuja Xian Ma dan menempatkan di rumah mereka di kota ini. Selanjutnya atas prakarsa bapak Thung Yong Chuan dan umat lainnya, dikumpulkanlah dana dan mulai dibangun Klenteng Xian Ma (Long Xian Gong) tahun 1864 serta diresmikan tahun 1868.

Patung atau arca Xian Ma sama seperti yang diadakan di Xian Du dan Ban Li.
Ratusan tahun berlalu sudah, kondisi dan sarana klenteng dinilai tidak memadai lagi. Dengan dukungan para dermawan, pengurus Yayasan Istana Naga Sakti mulai membangun kembali Klenteng Xian Ma. Peletakan batu pertama dilaksanakan 25 Januari 2005, dan pembangunan selesai 27 Januari 2008, serta diresmikan 4 Februari 2009 oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo. Sejak diresmikan itulah Klenteng Xian Ma juga sudah menjadi destinasi wisata sejarah yang menjadi kebanggaan bagi masyarakat daerah ini dan khususnya warga keturunan di bumi Anging Mammiri. (jw)

Top Hit

Politik

Pendidikan

Seputar Sulawesi

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN