Catatan dari Gustal (2) : Gustal pun Punya “Presiden”

Oleh M. Dahlan Abubakar

Akivitas wisata di sekitar Makassar jika menengok jauh ke belakang, bermula sejak hampir satu abad silam, tepatnya 27 Maret 1929. Saat itu ada kapal wisata “Franconia” asal Amerika menjadi kapal wisata pertama yang berlabuh di Pelabuhan Makassar. Dari sinilah, tulis Fitrah Arianti dalam skripsinya tahun 2023 berjudul “Perkembangan Objek Wisata Alam Pulau Laelae, Pulau Gusung Tallang (Gustal) dan Pulau Samalona di Kota Makassar”, menjadi titik awal kegiatan wisata di Sulawesi Selatan sekarang. Hubungan Vereeniging Toesristen Verker (VTV) -- Asosiasi Lalu Lintas Pariwisata -- dengan Gubernur Celebes pun mulai terjalin ketika itu.



Namun dalam catatan Syafaat Fajri Rahman yang dimuat di dalam jurnal Studi Pendidikan Sejarah Vol.8 (2) 2020, kegiatan pariwisata terhenti pada tahun 1942 bertepatan dengan bangsa Jepang mendarat di Kota Makassar. Namun pada tahun 1950-an aktivitas pariwisata berkembang lagi ditandai dengan munculnya kegiatan pasar malam, adanya gedung bioskop, hotel, Pantai Losari yang menjadi objek wisata pantai, dan lain-lain.

Pulau Laelae dan Pulau Gusung Tallang, pada 21 Mei 1963 resmi ditetapkan sebagai objek rekreasi. Pulau-pulau ini yang semula merupakan wilayah administratif Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), terutama jejeran Pulau Spermonde lainnya, masuk ke dalam wilayah Kota Makassar seiring dengan perubahan namanya dari Makassar ke Ujungpandang di bawah Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 1971 tentang Perubahan Batas Daerah Kota Madya Makassar, Kabupaten Gowa, Maros, dan Pangkep.

Pengembangan wisata di sekitar pulau-pulau kecil di perairan Selat Makassar semarak terjadi pada saat H.M. Dg. Patompo memimpin Kota Madya Makassar/Ujungpandang. Aktivitas pariwisata di Pulau Kayangan juga menggeliat. Hampir setiap hari Minggu ada kegiatan di pulau kecil ini. Yang paling sering adalah pemilihan ratu-ratuan yang berlangsung ramai awal 1970-an hingga 1980-an. Bahkan saya pernah menjadi anggota Dewan Juri pemilihan Ratu Waria yang dilaksanakan di panggung Pulau Kayangan. Saya harus terbang subuh dari Jakarta kemudian langsung ke Pulau Kayangan untuk melaksanakan tugas pemilihan ratu transgender ini.

‘Presiden’ Gustal

Air yang tenang dan biru membuat pengunjung Gustal betah berendam berlama-lama di laut. Matahari pagi belum menyengat amat. Sambil menunggu pukul 09.00 Wita, saat dihubungi oleh teman di RRI Makassar untuk sebuah wawancara melalui telepon tentang pembinaan salat satu cabang olahraga di Makassar (dalam kapasitas sebagai sosok wartawan olahraga Kota Makassar, 2022, pemerhati olahraga, dan mantan Pengurus KONI Sulsel), tiba-tiba muncul Prof. Dr. drg. Hendra Canda, MS di dekat tempat saya berdiri. Rupanya beliau melihat bayangan dari jauh.

Maha Guru Fakultas Kedokteran Gigi Unhas ini, di Kompleks Perumahan Unhas Biring Romang Manggala Kota Makassar, mengemban tuga sosial keagamaan sebagai Ketua Pengurus Masjid Amirul Mukminin. Saya menjabat Sekretaris Wali Jemaah dengan Ketua Prof.Dr. Stang, M.Kes, organisasi yang dibentuk untuk memilih pengurus masjid.

Prof. Hendra Canda saya kenal tidak saja dalam intreraksi sehari-hari di masjid, tetapi juga sebagai seorang petualang laut yang sudah malang melintang ke mana-mana. Di kelompoknya, terdapat beberapa nama seperti Prof. Dr. Drg. Hasanuddin Tahir, Prof. Dr. Azhar Arsyad, MA (mantan Rektor IAIN Alauddin), Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA, dan Prof. Dr. Rusnadi Padjung, M.Sc. Yang disebut terakhir ini, kata Prof. Hendra, didaulat sebagai “Presiden” Gustal.

Rupanya, cerita Prof. Hendra, objek wisata Pulau Gustal yang berfungsi sebagai tanggul penahan ombak sepanjang 1.200m ini rupanya dipoles oleh kelompoknya yang didukung penuh oleh salah seorang tokoh. Kini, sudah terdapat beberapa tempat duduk dan sudah banyak pohon yang tumbuh yang berfungsi sebagai pelindung saat matahari terik.

Para profesor petualang laut ini sudah melanglangbuana ke mana-mana. Pernah ke Bali lalu ke Lombok menggunakan kapal cepat Bosowa. Juga pernah ke Pulau Banda, yang pada kesempatan ini, Prof. Musdah Mulia yang berdomisili di Jakarta, ikut bergabung. Juga ke Selayar dan beberapa tempat lainnya.

“Profesor-profesor itu adalah mereka yang sudah selesai dengan urusan domestiknya,“ komentar Prof. Musdah Mulia setiap disinggung mengenai petualangan lautnya bersama teman-teman maha guru itu.

Prof. Hendra pun mengajak saya bergaung dengan “geng”-nya beberapa meter dari tempat saya berdiri. Ternyata di tempat itu, ada Prof.Dr.Azhar Arsyad, Prof. Dr. Hasanuddin Tahir, dan beberapa perempuan yang setengah umur dan saya tidak kenal. Prof. Hasanuddin Tahir yang sedang membelakang, saya cubit dan berbalik cepat.

“Ehh….Ini orang Unhas yang paling terkenal ini, sudah berusia tetapi masih kelihatan muda…,” kata Prof. Hasanuddin Tahir sembari menyebut nama saya dan mengalamatkan kalimatnya kepada tiga orang perempuan yang di dekatnya.

“Awwweh… ini namanya selalu kita baca, baru kita ketemu orangnya,” ibu-ibu itu seperti kompak saja menyahut. Saya yang ramai-ramai disalami tiba-tba merasa seperti selebritas saja.

Peristiwa serupa juga ketika kami akan naik ke speedboat menuju Gustal. Pak Ir. H. Ahmad Rijal tiba-tiba saja memperkenalkan saya dengan dr. Abdul Karim. Respons yang sama juga saya terima.

“Sudah sering mendengar namanya, baru sekarang lihat orangnya,” kata dr. Karim sembari menyebut nama saya dengan lengkap.

Ya, begitulah setiap melakukan perjalanan, saya selalu saja dikaruniai kejutan. (Bersambung)

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN