Oleh : Mulawarman
ETOS kerja perlu, namun etika tetap lebih penting. Apa maksudnya ? Seorang pemimpin memiliki kemampuan bekerja yang profesional itu sangat penting, namun etika yang terjaga tetap saja lebih penting. Tidak perlu dipertentangkan. Namun, justru ini seharusnya menjadi modal ganda dari seorang pemimpin. Dua hal yang harusnya menjadi kekuatan dan nilai tambah. Dia punya etos kerja, namun juga punya etika dalam bekerja. Etos kerja terkait kepada kerja keras, ketekunan, loyalitas, komunikasi, cara pengambilan keputusan, dedikasi, dan disiplin tinggi untuk menciptakan nilai tambah sebuah kepemimpinan organisasi. Sedangkan etika kerja sangat terkait dengan etos kerja yang memperhatikan aspek moral, etika, kepatutan dan kepantasan dalam menciptakan nilai tambah kepemimpinan organisasi.
Keduanya sangat penting dimiliki oleh setiap orang, terlebih lagi bagi seorang leader. Para pemimpin besar di zamannya, adalah gambaran seorang yang lengkap, dia pekerja keras, dedicated, sekaligus juga punya etika mumpuni baik dalam hal komunikasi maupun manajemen solusi.
Perspektif ini saya ingin melihat sosok Walikota Makassar Danny Pomanto yang dilantik esok hari. Bagaimana kedua modal leadership itu sebaiknya perlu dijaga dalam kapasitasnya Pomanto sebagai seorang kepala daerah. Di samping itu juga mengenai arah dan transformasi perubahan Makassar di masa mendatang.
Dijaga dan Ditingkatkan
Patut diakui capaian pembangunan yang dilakukan Danny Pomanto saat memimpin Makassar periode sebelumnya. Baik secara fisik maupun reformasi birokrasi. Sejumlah penghargaan pun berhasil diraih, hal ini menunjukkan bukti nyata dari kerja kepemimpinannya.
Sebutlah program Inovasi smart city yang mendapatkan banyak apresisasi dan penghargaan. Model layanan ini mampu mengintegrasikan ke semua lini, baik di kesehatan maupun pendidikan, berupa pada Makassar Smart Card, Makassar Home Care, dan Makassar Student Smart Card.
Program lainnya yang sukses melibatkan masyarakat antara lain Home Care, Badan Usaha Lorong (BULO), Lorong Garden (Longgar), Bank Sampah, dan Kanrerong. Kota Makassar meraih predikat sebagai daerah dengan pelayanan publik terbaik di Indonesia pada 2018 silam.
Kota ini juga berhasil menjadi kota nomor satu dalam hal inovasi administrasi negara pada 2017. Mendapatkan penghargaan Open Gov Leadership oleh Pemerintah Singapura pada 2017 dan 2018. Penghargaan internasional dalam bidang kepemimpinan dan tata pemerintahan.
Tak cukup sampai di situ. Kota Makassar sebagai kota top inovasi Indonesia pada 2016 dan 2017. Termasuk pemerintahan terbaik di Indonesia. Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Danny berdampak pada pengelolaan keuangan daerah yang semakin bersih dan transparan. Mendapat predikat empat tahun berturut-turut, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK RI. Berhasil menaikan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional, yaitu 8,4 persen. Nasional hanya 5,15 persen.
Dalam hal infrastruktur, penataan dan pembangunan reklamasi pantai Center Point of Indonesia, tol layang AP Pettarani, serta pelabuhan baru Makassar New Port. Perbaikan jalan sepanjang 314,48 km dan sistem drainase sehingga mampu mengatasi banjir. Dari itu mendapat penghargaan tertinggi dalam bidang lingkungan, yaitu penghargaan Parasamya Purna Karya Nugraha dari Kementerian Dalam Negeri tahun 2018.
Semua capaian itu penting dijaga dan ditingkatkan. Namun tentu bukan segalanya. Bila Pomanto ingin lebih baik, saya kira masih banyak celah yang perlu dibenahi. Toh pembangunan itu bukan hanya menyangkut fisik, namun juga jiwa dari sebuah kota itu.
Tantangan Etika
Kita tahu bahwa pasangan Pomanto-Fatma hanya menang 43 persen. Mayoritas suara masyarakat Kota Makassar tersebar di calon lain, Appy-Rahman, Syamsu Rizal MI-Fadli Ananda, dan pasangan Irman Yasin Limpo-Andi Zunnun Armin NH. Pomanto pun menang hanya didukung 3 partai Nasdem, Gerindra, dan para baru Gelora.
Apa artinya ? Legitimasi Pomanto tidak cukup kuat dari segi elektoral, baik di masyarakat, maupun secara politik kepartaian. Karena itulah, menjadi tantangan dan perlu kerja keras bagi Pomanto untuk membuktikan kerjanya dan meyakinkan masyarakat bahwa dirinya mampu membangun kota metropolitan ini. Tanpa syarat.
Media internet memudahkan masyarakat Makassar menilai seorang pemimpin saat ini. Pomanto bisa mengklaim berhasil dan dapat penghargaan, misalnya, namun bila rakyat tidak merasakan, dan tercatat di media sosial, apalah hendak dikata. Lebih lagi bila Pomanto tidak dapat membuktikan kinerjanya. Contoh, penanganan Covid-19, harus diakui jadi tantangan berat bagi Makassar dan Pomanto ke depan. Trennya terus meningkat. Per 14 Februari saja ada 52.480 pasien yang terkonfirmasi aktif Covid-19, dengan total meninggal 805 pasien dan 47.647 orang yang sembuh.
Penyebaran Covid ini harus menjadi prioritas terdepan. Pasalnya makin hari makin naik. Bila tidak dikendalikan ekonomi Makassar akan semakin buruk, baik pada postur anggaran APBD maupun tingkat kesejahteraan masyarakat. Tanda-tanda pengaruh itu sudah semakin dirasakan pada input dan output kinerja di lingkungan ASN. Terbukti gaji ASN Makassar untuk bulan Januari belum terbayar sampai sekarang.
Kualitas kemampuan kinerja ini akan berdampak pada legitimasi Pomanto. Bukan hanya dari masyarakat tapi juga dari para tokoh Sulsel yang telah berkiprah di tingkat nasional dalam menilainya. Keluarga besar Jusuf Kalla dan Aksa Mahmud yang leadership keduanya tercatat di tingkat nasional, dan tokoh Sulsel lainnya pasti akan menilai sepak terjang Pomanto. Bila tidak memuaskan, jangan harap dia husnul khatimah dalam kepemimpinannya.
Tantangan etika yang dihadapi Pomanto adalah keterampilan berkomunikasinya. Ini boleh jadi akan dianggap angin lalu, tapi justru ini sangat prinsip bagi orang Makassar. Cara komunikasi Pomanto yang kerap meledak-ledak dan sering melabrak tata krama sopan santun dan budaya orang Bugis Makassar. Sipakatau, saling memanusiakan, Sipakalebbi saling memuliakan, Sipakainge, saling mengingatkan. Di Makassar Sipangadatkan, saling tahu adat. Saya kira, ucapan rekaman Pomanto yang tersebar beberapa waktu lalu terkait dengan JK, membuktikan pentingnya ia sebagai pemimpin lebih arif dan bijaksana dalam bertutur, terlebih lagi kepada seniornya sesama orang Sulsel.
Kecakapan berkomunikasi ini harus sejalan dengan kearifan mengambil kebijakan internal. Jangan sampai hanya karena faktor like or dislike, sebuah kebijakan yang nyata bagus dari pendahulu, lantas dengan ringan tangannya membubarkan. Profesionalisme kerja itu perlu, namun sejauhmana etika juga menjadi landasan dan pertimbangan.
Kita yakin bahwa bukan hanya saat ini saja relasi dan hubungan itu dibangun. Tapi untuk seterusnya. Saya yakin, setiap orang ingin punya legacy yang bisa dikenang oleh semua orang dengan baik. Publik mengenang baik sosok yang abadi seperti Daeng Patompo. Saya kira Pomanto ingin juga. Memenangkan ambisi yang satu, dengan cara menginjak atau membuang yang lain, bukanlah solusi terbaik. Pilihlah jalan terbaik, dengan tetap memegang budaya dan adat Bugis Makassar. Salamaki. (***)
ETOS kerja perlu, namun etika tetap lebih penting. Apa maksudnya ? Seorang pemimpin memiliki kemampuan bekerja yang profesional itu sangat penting, namun etika yang terjaga tetap saja lebih penting. Tidak perlu dipertentangkan. Namun, justru ini seharusnya menjadi modal ganda dari seorang pemimpin. Dua hal yang harusnya menjadi kekuatan dan nilai tambah. Dia punya etos kerja, namun juga punya etika dalam bekerja. Etos kerja terkait kepada kerja keras, ketekunan, loyalitas, komunikasi, cara pengambilan keputusan, dedikasi, dan disiplin tinggi untuk menciptakan nilai tambah sebuah kepemimpinan organisasi. Sedangkan etika kerja sangat terkait dengan etos kerja yang memperhatikan aspek moral, etika, kepatutan dan kepantasan dalam menciptakan nilai tambah kepemimpinan organisasi.
Keduanya sangat penting dimiliki oleh setiap orang, terlebih lagi bagi seorang leader. Para pemimpin besar di zamannya, adalah gambaran seorang yang lengkap, dia pekerja keras, dedicated, sekaligus juga punya etika mumpuni baik dalam hal komunikasi maupun manajemen solusi.
Perspektif ini saya ingin melihat sosok Walikota Makassar Danny Pomanto yang dilantik esok hari. Bagaimana kedua modal leadership itu sebaiknya perlu dijaga dalam kapasitasnya Pomanto sebagai seorang kepala daerah. Di samping itu juga mengenai arah dan transformasi perubahan Makassar di masa mendatang.
Dijaga dan Ditingkatkan
Patut diakui capaian pembangunan yang dilakukan Danny Pomanto saat memimpin Makassar periode sebelumnya. Baik secara fisik maupun reformasi birokrasi. Sejumlah penghargaan pun berhasil diraih, hal ini menunjukkan bukti nyata dari kerja kepemimpinannya.
Sebutlah program Inovasi smart city yang mendapatkan banyak apresisasi dan penghargaan. Model layanan ini mampu mengintegrasikan ke semua lini, baik di kesehatan maupun pendidikan, berupa pada Makassar Smart Card, Makassar Home Care, dan Makassar Student Smart Card.
Program lainnya yang sukses melibatkan masyarakat antara lain Home Care, Badan Usaha Lorong (BULO), Lorong Garden (Longgar), Bank Sampah, dan Kanrerong. Kota Makassar meraih predikat sebagai daerah dengan pelayanan publik terbaik di Indonesia pada 2018 silam.
Kota ini juga berhasil menjadi kota nomor satu dalam hal inovasi administrasi negara pada 2017. Mendapatkan penghargaan Open Gov Leadership oleh Pemerintah Singapura pada 2017 dan 2018. Penghargaan internasional dalam bidang kepemimpinan dan tata pemerintahan.
Tak cukup sampai di situ. Kota Makassar sebagai kota top inovasi Indonesia pada 2016 dan 2017. Termasuk pemerintahan terbaik di Indonesia. Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Danny berdampak pada pengelolaan keuangan daerah yang semakin bersih dan transparan. Mendapat predikat empat tahun berturut-turut, opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK RI. Berhasil menaikan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional, yaitu 8,4 persen. Nasional hanya 5,15 persen.
Dalam hal infrastruktur, penataan dan pembangunan reklamasi pantai Center Point of Indonesia, tol layang AP Pettarani, serta pelabuhan baru Makassar New Port. Perbaikan jalan sepanjang 314,48 km dan sistem drainase sehingga mampu mengatasi banjir. Dari itu mendapat penghargaan tertinggi dalam bidang lingkungan, yaitu penghargaan Parasamya Purna Karya Nugraha dari Kementerian Dalam Negeri tahun 2018.
Semua capaian itu penting dijaga dan ditingkatkan. Namun tentu bukan segalanya. Bila Pomanto ingin lebih baik, saya kira masih banyak celah yang perlu dibenahi. Toh pembangunan itu bukan hanya menyangkut fisik, namun juga jiwa dari sebuah kota itu.
Tantangan Etika
Kita tahu bahwa pasangan Pomanto-Fatma hanya menang 43 persen. Mayoritas suara masyarakat Kota Makassar tersebar di calon lain, Appy-Rahman, Syamsu Rizal MI-Fadli Ananda, dan pasangan Irman Yasin Limpo-Andi Zunnun Armin NH. Pomanto pun menang hanya didukung 3 partai Nasdem, Gerindra, dan para baru Gelora.
Apa artinya ? Legitimasi Pomanto tidak cukup kuat dari segi elektoral, baik di masyarakat, maupun secara politik kepartaian. Karena itulah, menjadi tantangan dan perlu kerja keras bagi Pomanto untuk membuktikan kerjanya dan meyakinkan masyarakat bahwa dirinya mampu membangun kota metropolitan ini. Tanpa syarat.
Media internet memudahkan masyarakat Makassar menilai seorang pemimpin saat ini. Pomanto bisa mengklaim berhasil dan dapat penghargaan, misalnya, namun bila rakyat tidak merasakan, dan tercatat di media sosial, apalah hendak dikata. Lebih lagi bila Pomanto tidak dapat membuktikan kinerjanya. Contoh, penanganan Covid-19, harus diakui jadi tantangan berat bagi Makassar dan Pomanto ke depan. Trennya terus meningkat. Per 14 Februari saja ada 52.480 pasien yang terkonfirmasi aktif Covid-19, dengan total meninggal 805 pasien dan 47.647 orang yang sembuh.
Penyebaran Covid ini harus menjadi prioritas terdepan. Pasalnya makin hari makin naik. Bila tidak dikendalikan ekonomi Makassar akan semakin buruk, baik pada postur anggaran APBD maupun tingkat kesejahteraan masyarakat. Tanda-tanda pengaruh itu sudah semakin dirasakan pada input dan output kinerja di lingkungan ASN. Terbukti gaji ASN Makassar untuk bulan Januari belum terbayar sampai sekarang.
Kualitas kemampuan kinerja ini akan berdampak pada legitimasi Pomanto. Bukan hanya dari masyarakat tapi juga dari para tokoh Sulsel yang telah berkiprah di tingkat nasional dalam menilainya. Keluarga besar Jusuf Kalla dan Aksa Mahmud yang leadership keduanya tercatat di tingkat nasional, dan tokoh Sulsel lainnya pasti akan menilai sepak terjang Pomanto. Bila tidak memuaskan, jangan harap dia husnul khatimah dalam kepemimpinannya.
Tantangan etika yang dihadapi Pomanto adalah keterampilan berkomunikasinya. Ini boleh jadi akan dianggap angin lalu, tapi justru ini sangat prinsip bagi orang Makassar. Cara komunikasi Pomanto yang kerap meledak-ledak dan sering melabrak tata krama sopan santun dan budaya orang Bugis Makassar. Sipakatau, saling memanusiakan, Sipakalebbi saling memuliakan, Sipakainge, saling mengingatkan. Di Makassar Sipangadatkan, saling tahu adat. Saya kira, ucapan rekaman Pomanto yang tersebar beberapa waktu lalu terkait dengan JK, membuktikan pentingnya ia sebagai pemimpin lebih arif dan bijaksana dalam bertutur, terlebih lagi kepada seniornya sesama orang Sulsel.
Kecakapan berkomunikasi ini harus sejalan dengan kearifan mengambil kebijakan internal. Jangan sampai hanya karena faktor like or dislike, sebuah kebijakan yang nyata bagus dari pendahulu, lantas dengan ringan tangannya membubarkan. Profesionalisme kerja itu perlu, namun sejauhmana etika juga menjadi landasan dan pertimbangan.
Kita yakin bahwa bukan hanya saat ini saja relasi dan hubungan itu dibangun. Tapi untuk seterusnya. Saya yakin, setiap orang ingin punya legacy yang bisa dikenang oleh semua orang dengan baik. Publik mengenang baik sosok yang abadi seperti Daeng Patompo. Saya kira Pomanto ingin juga. Memenangkan ambisi yang satu, dengan cara menginjak atau membuang yang lain, bukanlah solusi terbaik. Pilihlah jalan terbaik, dengan tetap memegang budaya dan adat Bugis Makassar. Salamaki. (***)