Catatan M.Dahlan Abubakar
“Innalillahi wa inna ilaihi rajiun”. Pada pukul 07.00 WIB, Rabu (16/2/2022), seorang artis yang serba bisa, Dorce Gamalama berpulang ke rakhmatullah dalam usia 58 tahun. Dia diberitakan sakit sejak lama dan kini disebut positif Covid-19
"Iya (meninggal) jam 7 lewat tadi pagi di RS Pertamina," kata Hetty Soendjaya selaku kerabat mengonfirmasi kabar tersebut kepada CNNIndonesia.com, Rabu (16/2).
"Jadi meninggalnya karena Covid. Jadi enggak dibawa pulang. Jadi dikemasnya di rumah sakit," ungkap Hetty seperti diberitakan detikhot.
Dorce Gamalama meninggal dunia usai dirawat intensif selama beberapa hari di rumah sakit. Diketahui, ia menderita diabetes dan sempat tak sadarkan diri. Selain diabetes, Dorce Gamalama juga mengidap sakit batu ginjal pada 2019. Menurut keponakan Dorce yang bernama Mimi, Dorce sudah sering bolak-balik rumah sakit sejak pertengahan 2020 hingga puasa 2021.
Saat dirawat di rumah sakit, Dorce Gamalama sempat membuat video yang ditujukan kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Sukarnoputri. Dalam video itu, Dorce mengaku butuh bantuan untuk biaya perawatan. Sebelum meninggal, Dorce Gamalama Ingin Dimakamkan sebagai Perempuan
Dorce Gamalama terlahir dengan nama asli Dedi Yuliardi Ashadi pada 21 Juli 1963.
Ia merupakan satu komedian yang mengawali kariernya sebagai pelawak dengan berpura-pura menjadi perempuan. Ia tampil dengan nama panggung Dorce Ashadi yakni pemberian dari Myrna, pemimpin kelompok tari waria Fantastic Dolls.
Guna mendukung penampilan di atas panggung, Dorce melakukan operasi ganti kelamin di Surabaya pada 1983. Ia kemudian lebih dikenal dengan nama Dorce Gamalama menyontek nama Gunung Gamalama di Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Sejak itu namanya semakin dikenal di dunia hiburan. Ia kerap tampil sebagai seorang pembawa acara televisi. Salah satu di antaranya “talk show” Dorce Show di Trans TV pada 2005.
Ia juga dikenal sebagai penyanyi, yang berhasil mencatatkan rekor di Museum Rekor Indonesia (MURI) atas peluncuran sembilan album sekaligus hanya dalam waktu lima bulan.
Digandeng Artis
Pada bulan Februari 1996 saya ke Singapura bersama Dorce, Dewi Yull, Hetty Soenjaya, dan beberapa artis lawak Tomtam Group. Waktu itu hanya sekadar jalan-jalan bersama beberapa orang teman wartawan dan artis ibu kota disponsori PT Tiga Utama, perusahaan perjalanan haji dan umrah pimpinan Ande Abdul Latief (almarhum).
Dari negara kota ini, pada bulan berikutnya rombongan ini berangkat ke Tanah Suci, menunaikan ibadah umrah. Kunjungan umrah ini sangat berkesan karena bertepatan dengan minggu terakhir bulan Ramadan. Jadi, inilah pertama kali saya menikmati umrah bertepatan dengan Ramadan dan salat Idul Fitri di Masjidil Haram.
Umrah Ramadan ini acara intinya menghadiri acara pernikahan putri Pak Ande yang melaksanakan ijab qabul di Masjidil Haram. Rombongan waktu itu, antara lain Prof.Dr.H.Basri Hasanuddin, M.A. (Rektor Unhas), beberapa ulama penting, Prof.Halide, Zainuddin MZ (alm.), H.Nur Iskandar SQ. Ada juga Pak Iqbal Latanro, La Nyalla Mattalitti, beberapa orang artis, wartawan, selain saya, termasuk M.Fahmy Myala (alm), Moelawarman, Husain Abdullah, Aidir Amin Daud, dan lain-lain. Dari kalangan artis ada di antaranya Dewi Yull, Dorce Gamalama, Nia Daniati, Hetty Sanjaya, Firman Tomtam, dll.
Yang menarik,setelah pesawat Boeing 747 Garuda Indonesia “take off” dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada pukul 17.00 WIB ada kejadian lucu. Rakyat Indonesia yang menunaikan ibadah puasa biasanya selalu berbuka dengan berpedoman pada saat tenggelam matahari. Kali ini kami sedang dalam penerbangan dan bergerak ke arah matahari akan terbenam. Kami sempat bingung tujuh keliling menyaksikan matahari tetap bersinar sepanjang penerbangan hingga tiba saat yang seharusnya sudah masuk waktu berbuka puasa buat orang Indonesia.
Para anggota rombongan mulai gelisah. Para kiai pun menjadi sasaran serbuan pertanyaan penumpang yang menjalankan ibadah puasa. Kapan baru berbuka puasa jika berpatokan pada terbenamnya matahari. Mataharinya tidak lenyap-lenyap. Lewat jendela pesawat sebelah kiri, saya menyaksikan matahari masih bersinar terang ketika pesawat diperkirakan sudah meninggalkan wilayah udara Indonesia (berdasarkan lama terbang). Para kiai juga bingung menjawab pertanyaan para penumpang. Akhirnya disepakati berbuka puasa berpatokan pada perhitungan waktu (jam). Kemungkinan besar, kami berbuka puasa tepat di sebelah timur Srilanka.
Tiba di Bandara King Abdul Aziz Jeddah menggunakan kendaraan bus kami langsung menuju Madinah. Pagi hari pertama di Madinah, kami melaksanakan ziarah. Yang sangat berkesan bagi saya adalah ketika mencoba berpose dengan latar belakang masjid yang menjadi kiblat pertama salat umat muslim (Masjid Qiblatain). Lagi asyik bergaya, tiba-tiba Nia Daniati berlari dari belakang dan mepet dengan saya (waktu itu, Nia Daniati sudah cerai dengan suaminya yang dari Brunei Darussalam). Saya tenang saja, meski ibadah puasa mungkin sedikit ‘terusik’ atau makruh. Tetapi saya rasa tidak. Sebab, tidak ada rasa dan niat apa-apa. Hanya kaget saja.
Di Pasar Kurma, perasaan saya deg-degan lagi. Di pasar yang tidak pernah saya tandangi ketika menunaikan ibadah haji tahun 1992 itu, beberapa penumpang turun, termasuk saya. Saya hitung hanya beberapa orang saja yang turun dari bus. Seingat saya, beberapa orang artis juga turun, termasuk Dorce Gamalama. Yang membuat saya sedikit tak enak, begitu masuk ke pasar kurma, tiba-tiba saja Hetty Sonjaya, langsung menggandeng tangan saya sembari berjalan.
‘’Hetty.. ini Tanah Arab. Haram laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim bergandengan tangan,’’ protes saya kepada Hetty.
‘’Mas Dahlan..., daripada saya digaet dan digandeng Arab……,,’’ tangkis Hetty tetap lengket yang membuat saya tidak dapat berbuat apa-apa.
Saya tidak – maaf – nyaman digandeng artis hitam manis tersebut karena di Tanah Arab dan dalam bulan Ramadan pula. Yang membuat kian tidak enak, ada atasan saya (Prof.Basri Hasanuddin) di atas bus. Nanti beliau bilang apa dengan kelakuan bawahannya (saya Kepala Humas waktu itu). Afifuddin yang seperjalanan dengan saya selalu mengganggu dengan kejadian ini.
“Dicari ko Hetty,” kelakarnya selalu.
Setelah beberapa hari di Madinah, rombongan menggunakan satu bus penuh, melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Kami berbuka puasa di atas kendaraan saja dengan makanan ringan yang tersedia. Tiba di Kota Suci umat Islam itu, rombongan seperti biasa langsung beribadah dengan melakukan tawaf sunat di Masjidil Haram.
Keesokan hari sembari menunggu buka puasa, saya dengan Husain Abdullah (Uceng) pergi ke Hotel Hilton, di dekat Masjidil Haram. Di situ terdapat beberapa rombongan kami, termasuk artis menginap. Termasuk Dorce Gamalama. Saya bersama beberapa wartawan menginap pada salah satu hotel sekitar 500m dari Masjidil Haram. Di restoran Hotel Hilton, tiba-tiba muncul Dorce bergabung dengan saya dan Uceng menunggu buka puasa di lobi hotel.
“Mbak Dorce, baksis dulue..,” kata saya berkelakar.
Baksis itu semacam “saweran” yang diberikan kepada seseorang, termasuk yang biasa dikumpulkan para jamaah haji yang menumpang sebuah bus, kemudian diberikan kepada pengemudi bus tersebut.
“Kalian dari mana ini, kita tiba-tiba nongol di sini,” saya masih ingat pertanyaan Mbak Dorce.
“Ya, kita tunggu acara buka puasa di Masjidil Haram, sekalian bertemu Mbak Dorce,” kelakar saya dan dia tidak merespon ucapan saya. Namun tidak berapa lama, tiba-tiba saja Dorce mendatangi saya dan mengulurkan uang Riyal Saudi (RS) 50. Jumlah yang sama juga diberikan kepada Uceng.
“Terima kasih Mbak Dorce, Syukran,” kata saya.
Setelah pertemuan menjelang buka puasa itu, kami bertemu lagi pada acara pernikahan putri Pak Ande di Masjidil Haram yang bertepatan dengan salat Idul Fitri tahun 1996 itu.
Menjelang kepulangan ke Indonesia, kami bertemu lagi.
“Eee.Dahlan, dicari sama Hetty,” tiba-tiba saja Mbak Dorce berkata. Saya tidak yakin Hetty mencari saya. Dia hanya mengusik dan mengganggu saja karena melihat saya pernah digandeng Hetty Soenjaya di pasar kurma di Madinah itu.
Selamat jalan Mbak Dorce, semoga Allah swt menerima segala amal ibadahmu. Aamiin. (*).