Bendesa Adat Kubutambahan Melawan, Tolak Undangan Koster Bicara Bandara di Kubutambahan

SOROTMAKASSAR -- Bali.

Gubernur Bali, Dr I Wayan Koster yang selalu menyebut dirinya jago dalam meloby pejabat pusat dalam meng-deal-kan proyek-proyek di Bali, akhirnya harus rontok menghadapi ketegasan bendesa adat Kubutambahan Drs Ketut Warkadea, Msi.
Tarik menarik soal bandara Bali Utara makin seru. Langkah - langkah Gubernur Bali I Wayan Koster 'merebut' lahan due pura di Desa Adat Kubutambahan tidak pernah berhenti, sekali pun pihak bendesa adat Kubutambahan sendiri telah tegas menolak keinginan gubernur itu.

Beberapa kali telah diadakan negosiasi dengan bendesa adat Kubutambahan selalu tidak menemukan penyelesaian. Desa adat Kubutambahan tetap menolak lahan due pura diambil alih provinsi Bali.

"Kami tidak akan pernah menyerahkan apalagi menjual tanah due pura itu kepada pihak mana pun. Kalau mereka mau memanfaatkan lahan gak masalah," kata Warkadea dalam satu kesempatan kepada awak media.

Ketegasan Warkadea itu memang tidak main-main. Terakhir bendesa adat yang dikenal kalem ini menolak tegas undangan resmi Gubernur Bali Koster yang disampaikan melalui Kadishub Bali.

Undangan tertanggal 14 Oktober 2020 itu meminta bendesa adat Kubutambahan serta jajarannya untuk menghadiri rapat di Jaya Sabha hari Senin, 19 Oktober 2020 dengan agenda membicarakan perkembangan terakhir tentang rencana pembangunan Bandara Bali Utara di Kubutambahan.

Tanpa menunggu waktu lama, bendesa adat Kubutambahan, Jro Pasek begitu sang bendesa akrab dipanggil, menolak undangan tersebut melalui surat tertanggal 17 Oktober 2020.

Dalam surat itu disebutkan karena sesuatu hal pihaknya tidak bisa hadir dalam acara yang rencananya dipimpin langsung Gubernur Bali I Wayan Koster.

 
Surat yang ditandatangani bendesa adat Kubutambahan Drs Ketut Warkadea, Msi dan Penyarikan Made Putu Kerta menyebutkan untuk rapat yang menyangkut masalah desa adat seharusnya dilaksanakan di Pura Bale Agung Kubutambahan dihadiri Desa Malinggih dan Kelian Banjar Adat se desa adat Kubutambahan. Surat itu ditembuskan ke Bupati Buleleng, Wakil bupati dan sejumlah pihak.

Sejumlah krama desa adat Kubutambahan ketika dihubungi awak media mendukung keputusan bendesa adat tersebut. "Apa yang diputuskan Jro Pasek yang menolak undangan Gubernur Bali I Wayan Koster itu sudah tepat. Itu sudah sesuai awig-awig dan sesuai perda desa adat. Saya kira Koster tidak bodoh dan tahu posisi desa adat seperti apa," kata Putu Rudita saat dihubungi.

Rudita meminta agar Koster menghormati hak-hak desa adat. "Kalau dia terus mendesak dengan berbagai cara agar desa adat menyerahkan lahan due pura itu kepada pemerintah, nanti dia bisa berhadapan dengan krama desa adat. Bukan lagi berhadapan dengan Jro Pasek," kata Rudita yang juga PNS ini.

Hal senada juga dilontarkan Jro Arcana Dangin, keputusan Jro Pasek untuk menolak undangan gubernur Bali itu sudah pas dan sesuai awig-awig. Menurut Arcana semua pihak harus menghormati hak otonom desa adat Kubutambahan.

Menurut Arcana tradisi di desa adat Kubutambahan tidak sama dengan desa adat lainnya. Kalau di desa adat lain bendesa dipilih berdasarkan paruman desa adat, tapi di desa adat Kubutambahan bendesa adat itu sudah diplot secara turun temurun oleh keturunan keluarga Ketut Warkadea karena dia bergelar Jro Pasek. "Jadi tidak sembarangan orang bisa jadi bendesa. Ini sudah diatur di dalam awig-awig. Semua pihak harus menghormati ini," jelas Arcana.

Di bagian lain Dr Sujana Budhi salah satu tokoh masyarakat Kubutambahan menyarankan sebaiknya bendesa adat Kubutambahan mengikuti arahan gubernur. Menurut Sujana Budhi pemerintah dalam hal ini Gubernur Bali I Wayan Koster. Pemerintah tidak mungkin menyengsarakan rakyatnya. (ma)