SOROTMAKASSAR -- Makassar.
Seorang pria asal Gowa, Samiun Ahmad (50) diringkus aparat Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulsel. Lelaki itu ditangkap di Kelurahan Tompo Balanga, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa pada Jumat (26/04/2019).

Penyebabnya gegara Samiun mengunggah sebuah video berdurasi 2,5 menit melalui akun instagram @reaksirakyat1, yang isinya mengandung ujaran kebencian dan bersifat isu provokasi bahwa akan terjadi aksi kerusuhan atau huru-hara pada 22 Mei 2019.
Dalam video yang diunggahnya dan telah menimbulkan keresahan masyarakat, Samiun mengungkapkan KPU pada 22 Mei 2019 akan mengumumkan hasil pilpres dan hasilnya tidak seperti yang diharapkan oleh pasangan Prabowo-Sandiaga.
Menurut Samiun dalam videonya, akibat pengumuman hasil pilpres oleh KPU itu maka seluruh masyarakat akan turun ke jalan meminta Presiden Jokowi melepaskan jabatannya dan mengancam melawan aparat kepolisian jika melakukan pengamanan.
"Jika KPU mengumumkan hasil Pilpres yang tidak sesuai keyakinan pasangan 02, yakni kemenangan 60 persen untuk Prabowo-Sandi, maka skenario terburuk umat Islam bersatu melawan rezim dan meminta Jokowi mengundurkan diri,” kata Samiun melalui video yang beredar.
Samiun juga mengungkapkan, jika aparat kepolisian memihak kepada rezim, kemungkinan berhadapan umat Islam, dan akan jatuh korban banyak. Bagaimana dengan TNI ? TNI pasti tidak berani menembaki rakyatnya, TNI pasti akan menjadi gamang dan ragu-ragu.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Soendani dalam konferensi pers di Mapolda Sulsel, Senin (29/04/2019) mengemukakan, video Samiun itu dinilainya berbahaya karena kelihatan ingin membenturkan antara TNI dan Polri.
Menurut Dicky, kini Samiun ditahan oleh kepolisian dengan dijerat pasal 45A ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik yang merujuk pada ujaran kebencian terhadap SARA.
Selain itu, Samiun juga dikenakan pasal 15 UU nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dan pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHPidana, yang ancaman hukumannya maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar. (*)
Seorang pria asal Gowa, Samiun Ahmad (50) diringkus aparat Direktorat Kriminal Khusus Polda Sulsel. Lelaki itu ditangkap di Kelurahan Tompo Balanga, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa pada Jumat (26/04/2019).

Penyebabnya gegara Samiun mengunggah sebuah video berdurasi 2,5 menit melalui akun instagram @reaksirakyat1, yang isinya mengandung ujaran kebencian dan bersifat isu provokasi bahwa akan terjadi aksi kerusuhan atau huru-hara pada 22 Mei 2019.
Dalam video yang diunggahnya dan telah menimbulkan keresahan masyarakat, Samiun mengungkapkan KPU pada 22 Mei 2019 akan mengumumkan hasil pilpres dan hasilnya tidak seperti yang diharapkan oleh pasangan Prabowo-Sandiaga.
Menurut Samiun dalam videonya, akibat pengumuman hasil pilpres oleh KPU itu maka seluruh masyarakat akan turun ke jalan meminta Presiden Jokowi melepaskan jabatannya dan mengancam melawan aparat kepolisian jika melakukan pengamanan.
"Jika KPU mengumumkan hasil Pilpres yang tidak sesuai keyakinan pasangan 02, yakni kemenangan 60 persen untuk Prabowo-Sandi, maka skenario terburuk umat Islam bersatu melawan rezim dan meminta Jokowi mengundurkan diri,” kata Samiun melalui video yang beredar.
Samiun juga mengungkapkan, jika aparat kepolisian memihak kepada rezim, kemungkinan berhadapan umat Islam, dan akan jatuh korban banyak. Bagaimana dengan TNI ? TNI pasti tidak berani menembaki rakyatnya, TNI pasti akan menjadi gamang dan ragu-ragu.
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Soendani dalam konferensi pers di Mapolda Sulsel, Senin (29/04/2019) mengemukakan, video Samiun itu dinilainya berbahaya karena kelihatan ingin membenturkan antara TNI dan Polri.
Menurut Dicky, kini Samiun ditahan oleh kepolisian dengan dijerat pasal 45A ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik yang merujuk pada ujaran kebencian terhadap SARA.
Selain itu, Samiun juga dikenakan pasal 15 UU nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dan pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHPidana, yang ancaman hukumannya maksimal 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar. (*)