Tahun 2021 Mungkin Terjadi Resesi Ekonomi, Pemerintah Masih Optimis Ekonomi Akan Tumbuh.

SOROTMAKASSAR -- Makassar.

Pemerintah pada tahun 2021, masih sangat optimis dan berharap terjadi pertumbuhan ekonomi dikisaran 4-5 persen. Namun DPD RI telah mengingatkan melalui Menteri Keuangan, akan mungkin terjadi resesi ekonomi, yang akan berdampak pada pengusaha.

Pernyataan tersebut diungkapkan Anggota DPD RI, Dr. H. Ajiep Padindang, SE, MM, dalam kegiatan Focus Group Discussion, Sosialisasi Keputusan DPD RI, antara Wakil Ketua DPD RI, Dr. H. Mahyudin, ST, MM, Kerjasama Dengan Universitas Perjuangan Republik Indonesia (UPRI) Makassar, di Four Points by Seraton, Sabtu (26/09/2020) siang tadi.

Kegiatan yang mengusung tema 'APBN 2021 Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional Dan Pengembangan Kawasan Selat Makassar' ini, Ajiep menuturkan, hal ini sangat menarik untuk dikaji bagi civitas di kampus UPRI, khususnya Fakultas Ekonomi.

Dari sisi DPD RI yang baru saja membuahkan keputusan menyangkut pertimbangan terhadap RAPBN 2021 dengan dua skenario, salah satunya, ikut optimis terhadap pandangan pemerintah.

Dihadapan beberapa anggota DPD RI dan civitas UPRI yang hadir, Ajieb menyebut kata optimis, karena sesuai dengan kewenangan konstitusional yang ada, DPD RI memberikan pertimbangan terhadap pengesahan RAPBN, baik pokok maupun perubahan, dan pertanggung jawaban APBN.

Ajiep melanjutkan, kini pemerintah dalam membuat skenario untuk kerangka makro ekonomi, pertumbuhan ekonomi naik sekitar 4-5 persen. Padahal di sisi lain, 2-3 hari terakhir, DPD RI telah mengingatkan melalui Menteri Keuangan, akan terjadi resesi ekonomi.

"Menteri Keuangan, yang ikut dalam rapat kerja kami di komite IV, secara virtual, telah kami ingatkan, bahwa resesi ekonomi kemungkinan akan terjadi. Meski itu baru berita, Menteri keuangan telah mengakui Indonesia sekarang sedang berada di gerbang resesi ekonomi. Sebab, dua kuartal sebelumnya, ekonomi kita sudah minus tumbuhnya. Sebelumnya minus 3-5 persen secara nasioal. Di kuartal ke III pun minus 2 persen lebih. Bahkan, Menteri Keuangan sendiri telah memprediksi akan minus 1 persen lebih pada outlock ekonomi 2020," ungkap mantan anggota DPRD Sulsel empat periode ini.

Pertanyaannya, kata Ajiep, resesi ekonomi ini berdampaknya pada siapa? Ketika resesi ekonomi 1998 dan di 2008, masyarakat tidak serta merta merasakan imbasnya. Bahkan, indonesia juga tidak terlalu merasakan dalam versi masyarakat secara umum, terlebih di Sulawesi Selatan (Sulsel).

"Saat itu, Sulsel masih mengekspor kakao, dan komuditi lain. Sulsel bahkan memperoleh keuntungan pada saat itu. Tetapi dengan adanya covid-19 yang mendera seluruh dunia saat ini, maka ini adalah resesi dunia. Karena itu mau tidak mau, indonesia juga pasti terimbas," ulasnya.

Dari segi ini, Ajiep menjelaskan, sesungguhnya yang terkena dampak resesi ekonomi ialah para pengusaha.

"Saya pikir, kebijakan pemerintah sekarang ini sudah benar. Dalam suasana pandemi Covid-19, pemerintah masih memberikan ruang kepada pengusaha untuk menggeliat. Namun, dari segi kerangka ekonomi makro, saya masih memandang, tahun 2021 Indonesia masih akan minus. Lapangan kerja masih kurang, pengangguran makin meningkat, dan tingkat kemiskinan makin naik. Itu semua akan beribas pada dampak sosial masyarakat," terangnya.

Maka, di 2021 merupakan tantangan terberat. Ada tiga hal sesungguhnya yang tetap harus diperjuangkan, yakni, kesehatan, pendidikan, dan ketahanan pangan.

Lebih jauh Ajiep menjelaskan, RAPBN tahun 2021 yang akan segera di sahkan pada minggu pertama oktober 2020 mendatang, pihak DPD RI telah selesai memberikan pertimbangan, dan telah diserahkan ke DPR dan akan menjadi bahan pengambilan keputusah di DPR.

"Namun, kami selaku DPD RI telah mengingatkan, jangan terlalu optims," tegasnya.

Saatnya Kawasan Di Selat Makassar Bergerak.

Ajiep padindang bertutur, kegiatan Focus Group Discussion idenya berawal dari ketika dirinya menghadap kepada Wakil Ketua DPD RI, Dr. H. Mahyudin, ST, MM, dan menyampaikan, perlunya membicarakan kaitan antara APBN 2021 dengan persiapan ibukota negara di Kalimantan Timur (Katim), khususnya untuk Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar). Dan mendapat sambutan yang baik.

Kemudian Ajiep mengatakan, Kaltim, Sulsel, dan Sulbar, berarti berbicara tentang Selat Makassar. Di mana, berbicara tentang dua povinsi yaitu Sulsel dan Sulbar. Kedua propinsi tersebut, harus bergerak.

"Sesungguhnya Sulbar lebih dekat ke Kaltim dibanding Sulsel. Dari Sulbar ke Kaltim, bisa ditempuh dalam waktu 5-7 jam. Di Barru bisa ditempuh selama 9 jam denga feri ke Balikpapan, tapi dari mamuju ke Samarinda hanya 5-7 jam dengan feri. Dengan bakal kehadiran ibukota negara di Kaltim khususnya di dua Kabupaten yaitu, Penajam Paser Utara dan Kutai Timur. Dua kabupaten itu pas berhadapan dengan Sulawesi," imbuhnya.

Diketahui, Sulsel dan Sulbar memiliki kontribusi besar ke Kaltim. Untuk itu katanya, jadi ataupun tidak ibukota negara berpindah, Sulsel dan Sulbar harus menyiapkan diri dari sekarang.

"Sayang kalau potensi ini tidak kita tangkap. Kita harus bersiap dari sekarang," harapnya.

Ajiep juga mengingatkan, kepada civitas akademik dari berbagai disiplin ilmu, bila dalam forum tidak cukup terakomodir ide-ide yang ada, maka dirinya selaku perwakilan Sulsel di DPD, akan melanjutkan dialog-dialog tersebut.

"Kita akan pertajam, apa kira-kira posisi strategis Sulsel dan Sulbar, utamanya kabupaten/kota seperti Mamuju, Majene, Pinrang, Parepare, dan Barru. Inilah kabupaten/kota yang interland dari rencana pindahnya ibukota ke Kaltim. Apa porsi dan kontribusi kita? Apakah kita senasib dengan tangerang, bekasi, bogor, akhirnya waktu yang menjawab tantangan itu," pungkas Ajiep. (*rk)