SOROTMAKASSAR -- Makassar
Memasuki revolusi industri 4.0, setiap mahasiswa kreatif dan inovatif, serta memiliki keterampilan lebih di luar kemampuan akademik, seperti kemampuan berkomunikasi (public speaking), berorganisasi dan sebagainya. Intinya, fokus pada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
Penegasan itu di utarakan Prof. Ir. Antariksa, MEng, PhD, Guru Besar Universitas Brawijaya Malang Bidang Sejarah dan Pelestarian Arsitektur, saat memberi kuliah umum di Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia (FT-UMI), di Auditorium Al-Jibra UMI, Senin (16/09/2019) pagi tadi.
Dalam pemaparannya terungkap, revolusi industri, secara simpel diartikan, sebagai perubahan besar dan radikal terhadap cara manusia dalam memproduksi barang. Perubahan tersebut sudah terjadi tiga kali, dan Indonesia kini tengah menjalani revolusi industri ke empat.
"Setiap perubahan besar, selalu diikui perubahan lain di berbagai bidang seperti, bidang ekonomi, politik, militer, budaya, dan pendidikan. Sudah pasti ada pekerjaan lama yang hilang dan ada jutaan pekerjaan baru yang muncul," ungkapnya.
Revolusi industri 1.0, diikuti dengan pertumbuhan mekanisasi dan energi berbasis uap dan air yang menjadi penanda. Kemudian, revolusi industri 2.0, perubahannya ditandai dengan perkembangan energi listrik dan motor penggerak. Selanjutnya, pada revolusi industri 3.0, ditandai dengan tumbuhnya industri berbasis elektronika, teknologi informasi, serta otomatisasi. Dan untuk revolusi industri 4.0, ditandai dengan berkembangnya internet of atau for things, yang kehadirannya begitu cepat.
Disitu, muncul pula jenis transportasi dengan sistem ride-sharing, seperti Go-jek, Uber, dan Grab.
"Kehadiran revolusi industri 4.0 memang menghadirkan usaha baru, lapangan kerja baru, profesi baru yang tak terpikirkan sebelumnya," paparnya.
Prof Antariksa menjelaskan, kemajuan yang muncul di dunia komputer akhir-akhir ini dan yang paling terasa, pertama yakni kemajuan internet. Dimana, semua komputer tersambung ke sebuah jaringan bersama.
Kedua, kemajuan teknologi juga menciptakan 1001 sensor baru, dan 1001 cara untuk memanfaatkan informasi yang diperoleh dari sensor tersebut yang merekam segala sesuatu selama 24 jam non stop.
Ketiga, Cloud Computing. Untuk perhitungan-perhitungan rumit, tetap memerlukan komputer canggih yang besar. Tapi karena telah terhubung dengan internet, disamping banyak data yang bisa dikirim melalui internet, semua perhitungan tersebut bisa dilakukan di internet lain, bukan lagi di pabrik.
keempat, Machine Learning, yaitu mesin yang memiliki kemampuan untuk belajar, yang bisa sadar bila melakukan kesalahan sehingga mampu mengkoreksi secara tepat untuk memperbaiki hasil berikutnya.
Kemudian, diungkapkan, fakta tentang revolusi industri 4.0, pertama, pada tahun 2020, perusahaan industri eropa akan berinvestasi 140 miliar Euro setiap tahun dalam solusi internet industri. Kedua, untuk 5 tahun ke depan, lebih dari 80 persen perusahaan akan mendigitalkan seluruh bisnis prosesnya. dan ketiga, meningkatnya produktivitas dan efisiensi sebesar 18 persen dalam lima tahun.
"Revolusi industri 4.0 akan membawa banyak perubahan, dengan segala konsekuensinya. Industri akan semakin kompak dan efisien. Namun ada pula resiko yang mungkin akan muncul, misalnya berkurangnya SDM karena digantikan oleh mesin dan robot," jelasnya.
Mengutip pendapat ahli mengenai revolusi industri 4.0, tahun 2020 hingga beberapa tahun ke depan, ada ratusan ribu orang harus mencari lapangan kerja baru karena telah digantikan oleh mesin. Selain itu, ada ribuan peluang kerja yang akan hilang. Namun dengan revolusi ini, justru memberi kesempatan bagi Indonesia untuk berinovasi. Dimana, revolusi yang fokus pada pengembangan ekonomi digital, dinilai menguntungkan bagi Indonesia.
Maka, Indonsia ke depan dalam menghadapi revolusi itu, harus terfokus pada pengembangan SDM dan sistem pemerataan yang baik di segala sektor, di dalamnya terkait pembangunan infrastruktur.
"Karena apabila kemampuan SDM rendah, akan memungkinkan untjuk meningkatkan angka pengangguran. Untuk itu, dibutuhkan perombakan kurikulum guna menghadapi perkembangan industri," tegasnya.
Maka, lanjutnya, peran mahasiswa selaku kaum intelektual yang terdidik dan terpelajar, memasuki era revolusi industri 4.0, tak cukup hanya mengandalkan Indeks Prestasi komulatif (IPK) tinggi, tapi harus memiliki kecerdasan emosional dalam menyongsong zaman digitalisasi ini.
Mahasiswa harus kembali ke jati dirinya yang mampu menjadi agent of change, agent of analisys dan agen of control. Mahasiswa tidak boleh hanya menyerap ilmu dari dosen secara mentah diperkuliahan saja. Sebab, mahasiswa dalam kiprahnya, merupakan instrumen penting dalam mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
"Mahasiswa harus kreatif dan inovatif, serta perlu memiliki keterampilan lebih di luar kemampuan akademiknya, seperti kemampuan berkomunikasi (public speaking), berorganisasi dan sebagainya. Selain itu, harus menguasai berbagai literasi, mulai literasi data, teknologi, bahasa dan manusia," tuturnya.
Jadi, ajaklah masyarakat untuk tidak menggunakan internet hanya untuk media sosial dan game saja, melainkan sebagai sarana belajar dan bekerja. (***/zl)