SOROTMAKASSAR -- Makassar.
Pesta Petta Puang masih meninggalkan cerita. Seperti cerita salah satu pelaku dalam pementasan 'Kopi Mana' yang konsep pertunjukannya adalah kolaborasi multi interaksi.
Dia adalah Rotua Magdalena, seorang Perupa asal Jakarta. Magister seni rupa lulusan IKJ ini berkisah mengapa mau ikut serta dalam kolaborasi ini. Berikut petikannya.
Kan kalau kita perupa sudah sering melihat satu frame (bingkai/layar, Red) sebagai hal yang biasa saja.
Dan memang dari dulu tuh, aku sebagai perupa, aku sudah mulai jenuh tapi bukan karena bosan ya, kita mau stage di luar, dengan satu dimensi karya, aku mulai masuk instalasi.

Tapi ternyata instalasi juga belum memuaskan aku. Berarti aku mulai ada suara, tari, dan diluar konteks yang aku pahami gitu.
Jadi ketika tahu ada satu pertunjukan multi interaksi, aku langsung mau ikut. Karena fashion itu harus selalu dibangun untuk membangun hasrat. Hasrat untuk berkarya.
Dan surprise adalah pertamakali aku berkolaborasi dengan bang Jamal. Dengan judul 'Kopi Mana', kesannya mau minum kopi dimana, gitu kan.
Ternyata 'Kopi Mana', kau mau pergi kemana. Untuk melihat sesuatu mau pergi kemana kita juga belum tahu. Bayangan aku tuh layangan.
Sebenarnya kenapa layangan, karena kan layangan masih ada talinya. Bisa terbang dibawah angin dan talinya pun yang membawahnya pulang.
Baca Juga: Tiga Menteri Apresiasi "Bali: Beats of Paradise" Karya Livi Zheng
Kalau misalnya seperti balon, terbang entah pergi kemana. Tapi kalau layangan mungkin dia jatuh di pohon, atau dia jatuh di tempat yang berbeda. Bisa dia ditarik pulang, atau terbang. Bukan berarti dia tidak berarti, bisa ditangkap oleh orang daerah mana.
Jadi menurut aku, kelihatannya sangat naïf jika tidak memasukkan konsep sebuah layang-layang. Karena layang-layang dari anak-anak sampai orang dewasa sangat familiar dengan itu.
Dan aku rasa seperti hidup kita sendiri. Kita familiar perjalanan hidup kita, dan yang tahu kita karena kita yang pegang talinya. Kita mau pergi kemana, apakah kita mau kembali, atau kita membiarkan angin melepaskan kita.
Dan itu tergantung juga walaupun si benang itu mempunyai kekuatannya. Darimana kita berasal, nilai-nilai tradisi, atau agama kita. Apapun orang tua kita berikan kepada kita adalah si tali itu. (rk)