Oknum Lurah dan Camat Dipaksa Tanda Tangan Tanah Serobotan

SOROTMAKASSAR - TAKALAR.

Kamaruddin Dg. Limpo ( 46 tahun) adalah sosok rakyat kecil di Kabupaten Takalar yang tak pernah mundur selangkah pun untuk memperjuangkan hak miliknya, yang diwariskan orangtuanya, Doraseng Dg. Tangga, berupa tanah perkebunan seluas kurang lebih 20 Hektare di Lingkungan Balang, Kelurahan Bontokadatto, Kecamatan  Polombangkeng Selatan ( Polsel), Kabupaten Takalar.



Sekitar 30 tahunan tanah ini telah diperjuangkan Doraseng Dg. Tangga melalui jalur hukum melawan Haruna Dg. Romo dkk, berserta pemerintah setempat, kepala desa dan camat, serta oknum  aparat yang menjadi bekingnya saat itu.

Namun Kuasa Tuhan, mulai dari Putusan Pengadilan Negeri Takalar, No. 19 / PDT.B/ 1989/ PN. TAK, Tanggal 26 Desember 1989, dimenangkan Doraseng Dg. Tangga. Pada Putusan Pengadilan Tinggi Ujung Pandang, No. 328/ PDT/ 1990/ PT.Uj.PDG, Tanggal 2 April  1991, juga dimenangkan Doreseng Dg Tangga.  Hingga pada Putusan Mahkamah Agung (MA), No. 2638.K/ PDT.1994, Kamis 18 Agustus 1994, menjadi puncak kemenangan pihak Doraseng Dg. Tangga dalam memperjuangkan haknya terhadap tanah perkebunan tersebut.
 
Meski sudah dimenangkan 3 tahapan proses hukum  dan ada perintah pengosongan dari pengadilan  waktu itu, kelompok Haruna Dg. Romo dan kawan- kawan tidak pernah mematuhi perintah pengadilan. Mereka tetap menggarap dan mengambil hasil dari tanah tersebut, bahkan diperjualbelikan dan dialihkan kepada keturunannya.

Tahapan ekseskusi Putusan  Mahkamah Agung (MA), harus tertunda 4 kali, karena  jalan masuk ke lokasi di palang dengan pohon dan batu-batu, dan diprovokasi warga oleh para pihak yang mau dieksekusi, mereka melawan proses hukum dengan menempuh kekerasan.
 
Apakah tindakan seperti itu harus dibiarkan di negeri ini ? Ini adalah bentuk pelecehan terhadap tegaknya Negara Hukum.

Pada 2 Agustus 2018 baru dapat terlaksana Eksekusi Putusan Mahkamah Agung RI, No. 2638 Tahun 1994, yang dipimpin oleh Kapolres Takalar saat itu, AKBP  Gani Alamsyah Hatta, dan Kabag Ops, Kompol M. Yunus.

Namun kemudian masih ada 9 orang berusaha menguasai kembali dan menyerobot lokasi yang sudah dieksekusi, sesuai dengan gambar dan  batas- batas yang telah diputuskan oleh pengadilan, yaitu sebelah Utara: Jalan Desa, sebelah Timur: Bungung (sumur)  Pasoi, sebelah Selatan: saluran air, dan sebelah Barat: tanah Mangguntung-guntung.
Lurah dan Camat Dipaksa Tanda Tangan ?

Pada tahun 2019, berdasarkan Putusan MA dan Berita Acara Eksekusi, Kamaruddin Dg. Limpo mengajukan permohonan penerbitan SPPT Pajak Bumi,  yang direkomendasi oleh Lurah Bontokadatto, Jamaluddin, S.Sos dan Camat Polsel,  Baharuddin, S.Sos, M.Si. Selanjutnya tahun 2020 terbit SPPT-PBB yang terpisah-pisah dalam 34 NOP PBB atas nama Kamaruddin Dg Limpo.

Kemudian aneh bin ajaib, pada tahun 2020 itu juga Lurah dan Camat menandatangani Pengantar Balik Nama SPPT PBB atas Nama Ganna Dg. Sangka, Mursalim, Kamaruddin, dan Normawati.  Akhirnya muncul ada 6  SPPT PBB yang berganti nama kepada para penyerobot.

Sebelumnya, mantan Lurah dan Camat ini, mengaku tidak mengetahui perubahan nama pada 6  SPPT dan mengaku tidak pernah tanda tangan, tapi belakangan  baru mengakui  telah tanda tangan pengantar balik nama, karena terpaksa.

Menurut mantan camat  Polsel ini, mereka seorang oknum TNI datang di kantornya dan terus mendesak.
 
Sengketa tanah yang sudah punya kekuatan hukum  ini tidak bisa selesai karena ada campur tangan aparat setempat yang tidak konsisten dalam aturan hukum yang dipegangnya.

M. Yamin, wartawan senior dan Penasihat PWI Sulsel, yang juga saudara angkat Doraseng Dg. Tangga, mendukung Pihak Polres Takalar untuk mengusut tuntas, siapa yang mempermainkan Putusan Mahkamah Agung yang sudah dieksekusi ini, sehingga terus bermasalah. (dar)