Kopel Desak KPK Usut Aliran Dana Covid ke Anggota DPRD Sulsel

Herman: Pantas Diam-diam Terkait Kasus Nurdin

SOROTMAKASSAR -- Makassar.

Terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Selatan pada anggaran Bantuan Sosial (Bansos) Penanganan Covid-19 yang digelontorkan Pemprov Sulsel, disinyalir juga mengalir ke anggota DPRD Sulsel.



Menyikapi dugaan penyimpangan anggaran Bansos tersebut, Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, mendesak KPK segera turun mengusut aliran dana kepada 85 anggota DPRD Sulsel.

Peneliti Senior Kopel Indonesia, Herman, Sabtu (5/6/2021), mengungkapkan, aliran dana Covid-19 dari Pemprov Sulsel ke anggota DPRD Sulsel, adalah kekeliruan dan tidak sesuai dengan mekanisme penggunaan anggaran.

DPRD bukan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yang mesti diberikan jatah dari pemprov dalam hal penggunaan anggaran penanganan Covid-19.

"Itu terbukti dengan adanya temuan BPK, yang meminta setiap anggota wajib mengembalikan Rp 100 juta dari 85 anggota DPRD Sulsel,” ujar Herman dikutip dari salah satu media online di Makassar.

Diketahui, pada 2020 lalu, menurut Herman, Pemprov Sulsel mengalihkan anggaran hingga Rp 500 miliar untuk penanganan pendemi Covid-19. Tahap pertama Rp 250 miliar dicairkan hingga Juni 2020.

Dari dana tahap pertama itu, DPRD Sulsel mendapat jatah Rp 15 miliar. Jika dirata-ratakan untuk 85 anggota Dewan, setiap orang mengelola Rp 176 juta.

Herman mengatakan, anggota DPRD seharusnya melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana Covid-19. Bukan justru terlibat menggunakan anggaran karena mereka bukan OPD, jadi wajar kemudian BPK menemukan tidak adanya pertanggungjawaban selaku pengguna anggaran.

“Ini tidak tahu siapa yang mengawasi. Siapa yang diawasi,” ujar Herman.

Kejadian ini, lanjut Herman, mengindikasikan jika memang ada kekacauan pengelolaan keuangan di Pemprov Sulsel di bawah kepemimpinan Gubernur Nurdin Abdullah.

“Ini juga menjadi penyebab turunnya penilaian dari WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) menjadi WDP (Wajar Dengan Pengecualian) dari BPK kepada Pemprov Sulsel,” katanya.

Menurut Herman, aliran dana tersebut terkesan hanya bagi-bagi jatah ke partai politik.

“DPRD bukan Lembaga OPD sebagai KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) yang bisa melakukan kegiatan. Tidak ada mekanisme penyaluran seperti itu,” urainya.

Oleh karena itu, Kopel mendorong kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindaklanjuti temuan tersebut.

“Kita mendesak kepada KPK untuk menindaklanjuti temuan tersebut,” terangnya.

Herman menegaskan, alasan mendorong KPK untuk menindaklanjuti temuan tersebut, karena patut dicurigai adalah motif Pemprov Sulsel mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 ke anggota DPRD Sulsel.

“Apa motif kepala daerah, dalam hal ini Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, waktu itu, mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 ke anggota DPRD Sulsel. Ini mesti diusut KPK,” tegasnya.

“Pantas sejauh ini wakil rakyat kita hanya diam-diam saja terkait dugaan korupsi Nurdin Abdullah. Padahal, mereka memiliki kewenangan pengawasan. Di mana tugas anggota DPRD itu, meliputi pembentukan Peraturan Daerah (Perda), pengawasan, dan budgeting anggaran,” ucapnya.(*)

Politik

Pendidikan

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN