Hampir Terlupakan, Mantan Redaktur The Daily Telegraf, Heng Teng Soan

SOROTMAKASSAR -- Makassar

Dalam suasana perayaan Imlek Tahun 2571 (Tahun Tikus Logam Emas) bagi keturunan Tionghoa di Makassar, yang bertepatan tanggal 25 Januari 2020, awak media menyambangi salah seorang wartawan senior keturunan Tionghoa, Heng Teng Soan, Selasa (28/01/2020) kemarin.

Heng Teng Soan yang biasa disapa Angko Soan atau Ko Soan, merupakan sosok wartawan senior yang hampir terlupakan. Dia Mantan Redaktur Koran The Daily Telegraf Makassar sejak tahun 1958. Koran The Daily Telegraf adalah koran yang berisi 4 (empat) halaman dan semuanya berbahasa mandarin. Halaman pertama berita-berita luar negeri, halaman kedua berita seputar Kota Makassar, halaman tiga berita daerah seperti dari Surabaya, pare-pare, dan halaman empat berisi iklan.

Angko Soan yang kini berusia 85 tahun, masih sehat dan lancar bertutur saat awak media bersilaturahmi di kediamannya, yang kebetulan dijadikan Warkop Sahabat, di perempatan Jl. Batu Putih dan Jl. Lasinrang.

Angko Soang, mengelola Koran Mandarin The Dayly Telegraf bersama enam rekan sejawatnya. Selain Redaktur, dia merangkap wartawan di harian tersebut hingga ditutup pada masa awal rezim Soeharto menjabat Presiden Republik Indonesia.

Meski tidak memiliki media lagi Ko Soan yang memang hobby menulis, tidak patah arang. Dia tetap menulis dan tulisannya termuat di Koran Mandarin di Surabaya, di Media Tak Kum Pao yang kemudian berubah nama menjadi Harian Nusantara. Harian ini pembacayanya cukup banyak di Makassar, Pare-pare, maupun Palu.

Pria kelahiran Makassar tahun 1935, menyelesaikan SD di Jalan Lombok (kini jadi Hotel Dinasty), SMP dan SMA di Jalan Cakalang. Ko Soan selain jadi wartawan, dia juga mengelola Warkop Sahabat warisan neneknya yang saat itu telah pulang ke Tiongkok untuk menghabiskan masa tuanya di sana. Jadilah Ko Soan mewarisi Warkop Sahabat dari ibunya sejak tahun 1967.

Lelaki tinggi yang sudah resmi jadi WNI sejak tahun 1975 dan tidak mau disebut Tionghoa keturunan, mengatakan, sejak menyandang WNI, sudah tidak ada lagi istilah keturunan dan perbedaan itu.

"Sebaiknya kebudayaan Tiongkok menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia," harap kakek Ko Soan.

Menurut Moh. David Aritanto, salah satu jurnalis, seniman, dan budayawan Tionghoa peranakan Bugis Makassar yang juga hadir bersama wartawan senior TVRI Sulsel, Tono, mengatakan, Ko Soan merupakan wartawan senior dikomunitas Tionghoa di makassar dan hampir terlupakan.

"Dulu, di warkopnya, banyak wartawan yang kerap kumpul termasuk wartawan dari Pedoman Rakyat. Itu cikal bakal saya kenal beliau," kenang David. (rk)