Bobol Empat Kantor Unit BRI (6)

Oleh : M. Dahlan Abubakar

Setelah nyaris “buat perhitungan” dalam ‘drama” teror dengan Jawara lokal Singaparna, Tasikmalaya pada hari kedua masuk kantor 1988 itu, suatu malam Asmawi Syam melakukan kunjungan lapangan. Dia mau melihat langsung kondisi di bawah.

Dia tidak mau mendengar laporan di atas meja, tetapi ingin melihatnya di lapangan. Ini termasuk juga gaya kepemimpinan mendiang Prof. Dr. A. Amiruddin yang dianggapnya sebagai guru “di luar kelas” yang tidak mau mendengar laporan lisan anak buahnya.

Putra kelahiran Soppeng 16 Agustus 1955 ini mau mengecek kesiapan pengamanan di kantor unit BRI yang ada di Singaparna. Dia mengajak Unit Desa Officer (UDO), M.Yazid, yang sekaligus berfungsi sebagai pengemudi mobil.

Lewat tengah malam, hari mulai sepi, Asmawi menuju salah satu kantor unit. Sepi, tak terlihat ada penjaga atau satpam. Dia dapat akal menskenariokan seolah-olah kantor-kantor unit itu dibobol maling atau perampok.

Dia pun mulai membongkar pintunya lalu mengambil berkas-berkas yang diletakkan di meja. Bahkan, ada uang yang diletakkan di laci tanpa dikunci. Gila. Termasuk ada pula beberapa alat elektronik.

Asmawi beralih ke kantor unit ke-2, ke-3, dan ke-4. Semuanya, idem dito. Sepi. Tidak ada Satpam yang berjaga. Malam itu, Asmawi mengambil bertumpuk-tumpuk berkas. Ada pula uang, dan alat-alat elektronik. Termasuk beberapa komputer dari 4 kantor unit BRI di Singaparna.

Di salah satu ruangan kepala unit, Asmawi menemukan ada botol minuman beralkohol yang disimpan di laci meja kerjanya. Gila benar. Asmawi geram pada malam itu, apalagi melihat yang terakhir ini.

Pagi hari esoknya, Asmawi memanggil semua kepala unit rapat. Dia meminta mereka melaporkan perkembangan kinerja di kantor unitnya masing-masing. Semua laporannya bagus. Tidak ada masalah berarti yang mereka hadapi.

Hingga rapat usai, tidak ada satu pun yang melaporkan kehilangan berkas, uang, dan alat-alat elektronik di kantornya. “Apakah benar tidak ada masalah ?,” Asmawi pun bertanya.

Akhirnya, salah seorang kepala unit buka suara. Kata dia, tadi malam kantornya dibobol perampok. Kantor diobrak-abrik. Berkas-berkas diambil. Uang disikat. Alat-alat elektronik pun raib.

“Kok bisa dirampok ? Bukankah ada Satpamnya ?,” kejar Asmawi. “Ada Satpamnya, Pak.Tapi, Satpamnya disergap. Mulutnya disumpal, tangannya diikat,” tangkisnya yang membuat Asmawi nyaris tertawa geli sekaligus juga ingin marah mendengar bualan kepala unit itu.

Begitu satu orang mengaku, kepala kantor unit lainnya ikut-ikutan mengaku. Mereka melaporkan barang-barang yang hilang. “Seperti gerombolan perampoknya banyak, Pak. Karena aksinya berbarengan langsung pada empat kantor unit,” ‘ngarang’ mereka.

Setelah selesai “mengarang indah”, Asmawi pun buka suara.
“Saya yang semalam ke kantor kalian. Tidak ada Satpam yang berjaga. Saya masuk kantor dan mengambil barang-barang itu semua,” tegas Asmawi yang membuat mereka kaget, langsung terdiam, antara malu dan takut, mengetahui kalau yang beraksi memboyong barang-barang mereka bukan gerombolan perampok, melainkan atasan mereka yang melakukan sidak tengah malam.

Asmawi pun meminta masing-masing mengambil barang-barang di salah satu ruangan. “Saya tidak mau lagi melihat ada kantor unit yang tidak dijaga oleh Satpam di malam hari. Bayangkan bagaimana jadinya, jika yang membobol kantor adalah perampok benaran. Berapa banyak kerugian yang harus ditanggung,” kata Asmawi dengan tegas.

Pasca-kejadian itu, secara periodik Asmawi melakukan patroli malam ke kantor-kantor unit. Hasilnya, semua sudah dijaga oleh Satpam yang selalu siaga. Kemajuan yang menggembirakan.
Ketika membaca ‘sidak’ Asmawi ini, saya pun terkenang dengan hal serupa yang dilakukan mendiang Radi A.Gany ketika menjabat Bupati Wajo, 1988-1993.

Suatu hari, dia menerima laporan kesanggupan seorang camat untuk menyediakan lahan untuk penempatan pompa air yang akan digunakan menarik air dari sungai. Ini merupakan salah satu upaya Radi menyiasati kekurangan air pada sawah-sawah tadah hujan di musim kemarau, sementara ada air tersedia sepanjang tahun di Sungai Walanae.

Dua hari setelah sang camat melaporkan kesiapan dirinya menyediakan lahan untuk penempatan mesin pompa air, Radi langsung pergi melakukan inspeksi mendadak (sidak) seorang diri, ditemani sopirnya saat hari kerja. Di lokasi yang disebutkan akan dibangun pompa air itu, belum ada apa-apa. Bahkan menurut masyarakat, camat pun tidak pernah kelihatan batang hidungnya di lokasi itu. Radi sangat geram.

Dalam perjalanan pulang, dia menyempatkan diri mampir di kantor camat. Dia mendapat laporan dari sang camat bahwa semuanya sudah beres.
“Masyarakat bersyukur dan sangat gembira dengan adanya proyek pompanisasi itu,” laporannya. “Syukurlah, kalau memang seperti itu,” kata Radi menahan amarahnya dibohongi lalu meninggalkan kantor kecamatan.

Rupanya usai Radi mampir di kantornya, sang camat langsung buru-buru mendatang lokasi yang baru saja ditinggalkan Radi. “Tadi, Bapak Bupati juga datang ke sini Pak Camat,” lapor warga begitu melihat sang Camat muncul.

Hari masih pagi keesokan harinya, ketika ajudan datang melapor kepada Radi bahwa Camat yang dikunjungi hari kemarin ada di ruang tunggu.
“Saya mohon maaf, saya berdosa dan bersalah, Puang,” katanya sambil berusaha mencium kaki Radi saat menghadap.

Radi tidak memberi reaksi apa-apa. “Biarlah dia ‘tersiksa’ dengan ulahnya sendiri,” kata Radi seperti tertuang di dalam buku “Realitas Tanpa Mimpi” yang saya edit dan terbit tahun 2008.

Menurut Asmawi Syam, pelajaran dari kisah ini adalah sebagai ‘leader’, kita harus turun ke lapangan. Tidak bisa hanya mengandalkan dan percaya 100% pada laporan. Mesti ‘check and re-check’. Sebab, selalu terbuka celah untuk laporan 'asal bapak senang’ (ABS) sebagaimana yang terjadi para era Orde Baru. Jika kondisi semacam itu dibiarkan berlarut-larut, pasti akan mengancam kinerja unit organisasi maupun perusahaan.

Ketika Asmawi berhasil menguji kantor-kantor unit BRI, para staf dan karyawan di sana jadi percaya bahwa sebagai pemimpin Asmawi sungguh-sungguh mengawasi kerja mereka. Ini akan memotivasi mereka bekerja lebih baik lagi karena tahu ada yang mengawasi. (*)

 

Top Hit

Politik

Pendidikan

Seputar Sulawesi

Opini

Berita Makassar

Kuliner Nusantara

Newsletter

WWW.SOROTMAKASSAR.COM

Taman Telkomas, Jln Satelit IV No. 64 Makassar, Sulawesi Selatan.
Telp/HP : 0411-580918, 0811448368, 082280008368.

Jln Sultan Hasanuddin No. 32 (Kembang Djawa) Makassar, 
Sulawesi Selatan. Telp/Hp : 0811446911. 

Copyright © 2018 SOROTMAKASSAR.COM. All Rights Reserved.

REDAKSIDISCLAIMER | IKLAN